Misteri badai atau tsunami matahari kini tidak saja menjadi perhatian  para peneliti. Pengambil kebijakan di Inggris pun mulai risau dengan  fenomena di luar angkasa itu - apakah sedahsyat dengan julukan yang  disandangnya (tsunami atau badai) dan bisa mendatangkan malapetaka bagi  semua penghuni Bumi. 
Menteri Pertahanan Inggris, Liam Fox,  sampai menggelar suatu konferensi khusus di London pada Senin, 20  September 2010. Pejabat bergelar doktor di bidang medis itu rupanya  menganggap serius peringatan dari para ilmuwan - termasuk dari NASA awal  tahun ini - bahwa suatu ledakan energi Matahari bisa melumpuhkan Bumi  pada 2012. 
Seperti dilansir harian Telegraph dan The Sun,  para peneliti khawatir ledakan besar yang mereka sebut sebagai tsunami  matahari itu bisa menyebabkan pemadaman listrik secara total di seluruh  dunia dan kekacauan global. Potensi bencana yang terjadi sekali dalam  seabad ini bisa membawa ancaman serius pada sejumlah fasilitas vital:  kerusakan jaringan listrik, hancurnya sistem komunikasi, pesawat jatuh,  dropnya stok pangan dunia, dan porak-porandanya jaringan Internet.
Bencana  sejenis disebutkan pernah terjadi pada tahun 1859 dan  mendatangkan  kerusakan dahsyat di Eropa dan Amerika. Saat itu dilaporkan kawat  telegraf terbakar habis. Bahkan, saat itu diberitakan dua pertiga langit  di Bumi diselimuti cahaya aurora berwarna merah darah.
Maka, Fox  meminta para ilmuwan untuk menyusun strategi guna mengantisipasinya.  Mantan penasihat pertahanan pemerintah AS, Dr. Avi Schnurr, juga  memperingatkan, "Badai geomagnetik bisa menghancurkan negara-negara di  muka bumi. Kita tidak bisa berpangku tangan menunggu bencana itu  datang." ***
Namun, tidak semua ilmuwan yang saat ini was-was dengan ancaman badai  matahari itu. Seorang peneliti astronomi dari Indonesia menilai bahwa  badai matahari bukanlah hal yang perlu ditakutkan.
Peneliti utama  Astronomi dan Astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa  Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, memaparkan bahwa badai matahari  terjadi dari awal terbentuknya matahari dan akan terus terjadi selama  matahari ada. Djamaluddin juga mengatakan bahwa badai matahari yang  merupakan siklus 11 tahunan dapat juga terjadi setiap saat dan tidak  dapat diperkirakan secara tepat kapan akan terjadinya lagi.
”Badai  matahari sering sekali terjadi, pada tahun 1996 dan 2009 aktivitas  badai matahari sangat sedikit, ini disebut matahari tenang. Ketika badai  matahari banyak terjadi, maka disebut matahari aktif. Ini terjadi pada  tahun 1991,2000, dan diperkirakan akan terjadi lagi pada tahun 2013,”  ujar Djamaludin saat dihubungi VIVAnews, Jumat 24 September 2010.
Bahkan,  dia menuturkan, badai matahari terakhir yang mengenai bumi terjadi pada  tanggal 1 Agustus 2010 kemarin. Hal ini tentunya luput dari pengamatan  masyarakata awam karena badai matahari ini tergolong dalam skala kecil.
“Badai matahari yang kecil hanya akan menimbulkan aurora di kutub,” jelasnya.
Menanggapi  ramainya berita dan kekhawatiran yang timbul akan ramalan badai  matahari 2013 yang akan melumpuhkan bumi, Djamaludin menjelaskan bahwa  badai matahari tidak berbahaya bagi kehidupan manusia secara langsung.  Dia meluruskan anggapan bahwa badai matahari adalah sesuatu yang sangat  menakutkan bagi umat manusia.
“Badai mataharinya sendiri tidak  berbahaya secara langsung bagi umat manusia. Namun kemajuan teknologi  saat inilah yang terlalu rentan akan badai matahari,” lanjutnya lagi.
Dia  menjelaskan bahwa teknologi yang menggunakan satelit dan listrik,  seperti navigasi, komunikasi dan perbankan, akan memperoleh imbasnya.  Dia memberikan contoh efek terbesar dari badai matahari terjadi pada  tahun 1989 di Kanada dan Swedia.
“Pada saat itu badai matahari menyerang konduktor listrik dan menyebabkan listrik mati selama sembilan jam,” jelasnya.
Hal  ini terjadi karena partikel-partikel dari badai matahari mempengaruhi  induksi listrik di daerah tersebut, namun hal ini tidak akan berpengaruh  terhadap jaringan listrik yang luas. Djamaludin mengatakan bahwa badai  matahari bukanlah ancaman jika ada tindakan antisipasi yang dilakukan  oleh badan terkait.
Diantaranya adalah pengaturan satelit jika  badai matahari diperkirakan akan terjadi. Satelit merupakan teknologi  paling rentan terhadap gejala alam ini. Diantaranya yang akan paling  parah terkena imbasnya adalah perangkat telekomunikasi, navigasi dan  perbankan.
“Bumi tidak akan mengalami gangguan selama dilakukan  langkah-langkah pengamanan. Diantaranya adalah mematikan sementara  satelit atau menempatkannya dalam save mode, untuk kemudian dinyalakan  kembali jika badai matahari telah berakhir,” papar Djamaludin.
Perkiraan  kapan terjadinya badai matahari, ujarnya, dapat dilakukan dengan  menggunakan teleskop canggih. Melalui teleskop ini, aktivitas magnetik  di permukaan matahari serta ledakan matahari dapat dilihat. Kapan  terjadinya, berapa lama dan apakah akan mengarah ke bumi dapat diketahui  dengan cara ini.
Djamaludin mengatakan bahwa masyarakat  Indonesia tidak perlu khawatir akan dampak badai matahari. Tidak seperti  Kanada yang waktu itu mati lampu karena badai matahari, Indonesia  diperkirakan tidak akan terpengaruh sama sekali.
“Belum ada  penelitian yang mengatakan bahwa negara-negara di daerah ekuator seperti  Indonesia juga terkena dampaknya, biasanya badai matahari berdampak  paling besar pada daerah-daerah yang dekat dengan kutub,” jelasnya.
Namun,  operator telekomunikasi dan perbankan di Indonesia yang mengandalkan  teknologi satelit akan terancam jika badai matahari terjadi. Untuk itu,  LAPAN bekerjasama dengan instansi terkait melakukan sosialisasi mengenai  badai matahari ini dan meluruskan informasi yang keliru di masyarakat.
“Tujuan  sosialisasi ini adalah meluruskan bahwa badai matahari tidak mengancam  kehidupan manusia secara langsung, tapi mengancam teknologi yang ada,”  ujarnya.
Sosialisasi yang dilakukan LAPAN berupa pertemuan dengan  beberapa pemegang saham perusahaan terkait. LAPAN juga melakukan  sosialisasi melalui ceramah, workshop dan seminar-seminar kepada  masyarakat.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar