Minggu, 04 April 2010

Aksi Penanggulangan Masih Terlalu Sempit

Program terkait penanggulangan HIV/AIDS dipandang masih terlalu terkonsentrasi pada ”populasi kunci”, antara lain pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif jarum suntik, pekerja seks, dan seks lelaki dengan lelaki.


Penanggulangan perlu diperluas ke berbagai sektor dan masyarakat umum. Terlebih, kenyataannya penularan HIV belakangan tidak hanya tinggi di ”populasi kunci” tersebut.

Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan AIDS PBB (UNAIDS) mengenai Penularan HIV Pada hubungan pasangan intim di Asia baru-baru ini, kasus infeksi HIV di kalangan perempuan, khususnya perempuan rumah tangga, meningkat pesat.

Pada tahun 1990, perempuan sekitar 17 persen dari semua kasus infeksi pada orang dewasa. Persentase meningkat menjadi 35 persen pada 2007 di Asia. Di Indonesia, dari 13 persen (2002) menjadi 25,8 persen (2009) orang yang terinfeksi HIV adalah perempuan.

Diperkirakan, sekitar 90 persen dari 1,7 juta perempuan dengan HIV di Asia mendapatkan virus dari suami atau pacar pada saat membina hubungan jangka panjang.

Bani Risset dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Masyarakat (LKPM), Kamis (1/4), mengatakan, laporan tersebut membuka mata bahwa peningkatan kasus HIV dapat meluas dengan cepat atau tidak terkonsentrasi lagi di populasi kunci.

Dengan situasi demikian, salah satu rekomendasinya ialah intervensi program penanggulangan HIV diperluas ke masyarakat umum. Berbagai lembaga adat dan kearifan lokal dapat menjadi jalan masuk.

”Salah satu situasi mendasar yang menjadi tantangan dalam mengatasi penularan lewat hubungan seksual ialah budaya patriarki yang melemahkan posisi tawar perempuan. Ibu rumah tangga posisi tawarnya dilemahkan, termasuk dalam menolak hubungan seksual berisiko, salah satunya karena ibu rumah tangga sangat tergantung secara finansial,” ujar Bani.

Kajian singkat mengenai penularan lewat hubungan seksual LKPM menjadi pelengkap laporan UNAIDS.
Tidak terpisah sendiri. Aktivis penanggulangan HIV sekaligus psikolog dari Universitas Katolik Atmajaya, Prof Irwanto, di sela presentasinya mengenai laporan UNAIDS mengatakan, Indonesia selama ini sangat memerhatikan populasi kunci lantaran minimnya sumber daya.

Itu mengakibatkan mereka seakan lupa bahwa di sekitar populasi kunci ada orang-orang yang dianggap tidak berisiko, tetapi sebetulnya sangat berisiko. ”Populasi kunci tidak selalu terpisah tersendiri,” ujarnya.
Dia mengatakan, harus ada gabungan program guna menekan penularan pada populasi kunci dan kebijakan di sektor-sektor lain yang mengerjakan program penanggulangan secara lebih umum dan luas.

Tidak ada komentar: