Kamis, 24 Desember 2009

lirik lagu hyde




Evergreen
oleh: Hyde

mado no naka no boku wa
gurasu no mizu ni
sashita hana no you


awai hizashi ni yurete
madoromi no soko
kizuku natsu no kehai


mujou na tokei no hari wo
itami no bun dake
modosetanara
aa, okashi na kimi to no hibi wo
afureru kurai
nagamerunoni

This scenery is evergreen
midori no ha ga irozukiyuku
komorebi no shita de
kimi ga naiteiru


yasashii kisetsu wo yobu
karen na kimi wa
mujaki ni natsuite
sotto karada ni nagareru
kurusi mitai ni
toketeitta ne


This scenery is evergreen
hakanai hodo togiresou na
sono te wo tsunaide
hanasanai you ni


This scenery is evergreen
kawaisou ni utsumuiteru
kanashii hitomi wo
nugutte agetainoni


chikazuku owari ni
kotoba hitotsu iidasenai
This scenery is evergreen
itoshii hito yo


Evergreen (english Ensemble)
oleh: Hyde
 
I lie awake beside the windowsill
Like a flower in a vase
A moment caught in glass.. Mmm

The rays of sunlight come and beckon me..
To a sleepy dreamy haze
A sense of summer days.. aa

If only I could stop the flow of time
Turn the clock to yesterday
Erasing all the pain.. mm

I've only memories of happiness
Such pleasure we have shared
I'd do it all again

This scenery is evergreen
As buds turn into leaves
the colours live and breathe
This scenery is evergreen
Your tears are falling silently

So full of joy you are a child of spring
With a beauty that is pure
An innocence endures.. aa

You flow right through me like a medicine
Bringing quiet to my soul
Without you I'm not whole

This scenery is evergreen
I need you far too much
I long to feel your touch
This scenery is evergreen
You've always been so dear to me

This scenery is evergreen
It sorrows at the sight of seeing you so sad
This scenery is evergreen
I wish that I could dry your tears

The bells have rung the time has come
I cannot find the words to say my last goodbye
This scenery is evergreen
You've always been so dear too me

Sabtu, 12 Desember 2009

Koike Teppei to Star As a Well-Known Comedian


Kalau menyebut nama Koike Teppei, pasti yang langsung diingat adalah seorang aktor muda berbakat yang telah mencatat reputasi mengkilap di layar kaca serta kerap tampil bersama Wentz Eiji.




Kabar terakhir menyebutkan, personil WaT yang dikenal berkat akting memikatnya di dua sekuel Team Medical Dragon alias Iryu tersebut terpilih sebagai bintang utama film layar lebar Homeless Chugakusei yang diambil dari otobiografi komedian asal Kirin Tamura Hiroshi.



Di negeri Sakura sendiri, Homeless Chugakusei adalah buku terlaris di tahun 2007 sehingga tak heran ketika diumumkan bakal dijadikan proyek film di bulan Desember silam, banyak yang penasaran siapa-siapa saja yang bakal terlibat didalamnya.



Sayangnya selain Teppei, yang bakal memerankan tokoh Tamura, baru satu nama lain yang sudah dipastikan bakal terlibat yaitu sutradara Furumaya Tomoyuki sementara untuk pemeran lain lain belum diketahui.



Menurut rencana, proses syuting telah dimulai di Okinawa pada bulan Maret 2008 dan diperkirakan selesai pada akhir April. Setelah semuanya rampung di bulan Juni, Homeless Chugakusei siap dirilis ke seluruh bioskop Jepang pada musim semi.....

Rabu, 09 Desember 2009

Dicky Cheung


Name: Zhang Wei Jian/Cheung Wai Kin ( 张卫健 )


English name: Dicky

Gender: Male

Birthdate: February 8, 1965

Chinese zodiac: Snake

Astrological sign: Aquarius

Birthplace: Hong Kong

Origin: Shanghai, China

Blood type: O

Height: 170 cm

Education: St. Francais Xaviers College

Religion: Christianity

Family: Mother; two younger brothers

Steady girlfriend: Actress Cheung Sai/Zhang Qian

Hobbies: Listening to different CDs; watching movies

Favorite actors: Chow Yun Fat; Tom Hanks

Favorite foods: Japanese gourmet; steamed fish; roast; gong zi noodles (?)

Favorite sport: Soccer

Favorite colors: White; yellow; light coffee; rice-colored

Favorite animals: Cats and dogs

Favorite characteristics in a lover: Long feet; thin/skinny

Most feared animal: Cockroaches

Entrance into show biz: 1984 New Singer Championship winner



Some of his TV series:



Ri Yue Shen Jian

Ji Ling Xiao Bu Dong (Smart Kid)

Tian Xia Wu Shuang/Ji Xiang Ru Yi

Shao Nian Ying Xiong Fang Shi Yu

Lu Ding Ji/Xiao Bao Yu Kang Xi (Duke of Mount Deer 2000)

Gongfu Soccer

Shao Nian Zhang San Feng

Liang Shen

Ju Bao Pen

Wu Dang

Qi Tian Da Sheng Su Wu Kong

Magic Chef

Pemeran The Great Queen Seon Deok Kena Flu Babi


Swine flu alias flu babi mampu menggegerkan dunia hiburan Asia, tidak sedikit selebritis benua Kuning yang terinfeksi.


Aktor terakhir yang menjadi korban adalah Kim Nam-gil, salah satu pemeran utama serial The Great Queen Seon Deok yang ditayangkan Indosiar. Keruan saja, kejadian ini membuat para kru dan fans kuatir.

Menurut salah seorang perwakilan pihak produksi pada tanggal 19 November 2009 silam, Nam-gil dinyatakan positif terkena flu babi setelah kedapatan mengalami demam yang disusul batuk pada dua hari sebelumnya paska syuting secara intensif selama seminggu terakhir.

Saat kabar ini diturunkan, aktor kelahiran 1981 itu dikabarkan tengah beristirahat di rumah sambil mendapat perawatan intensif. "Kejadian ini sangat disayangkan, tapi Nam-gil bakal segera kembali syuting setelah sembuh," tutur juru bicara produksi The Great Queen Seon Deok.

Absennya aktor yang sebelumnya menggunakan nama Lee Han tersebut membuat tim produksi harus memodifikasi naskah, mengingat sosok Bidam yang diperankan memegang peranan penting di kelanjutan kisah The Great Queen Seon Deok yang telah memasuki episode-episode akhir.

Kejadian yang menimpa Nam-gil sendiri bukanlah untuk pertama kalinya. Sebelumnya, ia sempat cedera saat syuting adegan menunggang kuda di bulan Oktober 2009 silam. Cepat sembuh ya......

Kim Nam Gil the next Ha Jeong Woo…


Nama Kim Nam Gil sekarang jadi household semenjak karirnya menanjak lewat drama Queen Seon Deok yang makin ke sini ratingnya makin tinggi mengalahkan drama lainnya, di drama kolosal itu dia berperan sebagai Bidam.


Menurut kabar yang berseliweran di media Korea, saat ini dia adalah aktor dengan urutan nomor satu untuk kasting film. Bahkan sudah ada dua film yang akan dibintangi olehnya.


Ketenarannya adalah sebuah refleksi ketenaran Ha Jeong Woo yang pada tahun 2007 karirnya menanjak dan juga maraih ketenaran sama seperti Kim Nam Gil karena kemampuan aktingya yang superb!


Wow…dua-duanya aktor kesukaan gue. Pertama bukan karena muka mereka ya? Klo muka mereka boleh dibilang gak terlalu cakep, cuman punya karisma tersendiri yang bikin gue gak bosen liat akting mereka. Gue mengenal sosok Kim Nam Gil beberapa tahun yang lalu ketika kancah film Korea di ributkan tentang film indie yang mengangkat kisah ‘gay’ ke perfilman Korea yang berjudul ‘No regret’. Gue langsung terpesona sama aktingnya, kemudian ketika drama ‘Lover’ tayang di tv asing, bukan Lee Seo Jin yang jadi topik pembicaraan gue ma nyokap, tapi gangster muda yang polos soal percintaan yang diperanin sama Kim Nam Gil, terlebih lagi dalam film ‘Portrait Of Beauty’ yang keluar tahun lalu, aktingnya makin bagus dan berkembang ketika meranin tokoh Kang Mu, gue suka banget . Kerja kerasnya kebayarlah kalau sekarang dia jadi aktor nomor satu…:) menggantikan cowok-cowok keren yang masih pada di kamp militer.

Mengenal Pemain The Great Queen Seon Deok dan Perwatakannya

Pertama kali menonton, kemungkinan besar Anda akan bingung membedakan wajah, nama, dan karakter yang begitu banyak. Supaya Anda tak bingung, Bintang jelaskan beberapa karakter utama plus gambar skema hubungan tokoh-tokoh penting di QSD.



PUTRI DEOK MAN/RATU SEON DEOK (LEE YO WON)



Deok Man, putri Raja Jinpyeong yang terlahir kembar dengan Putri Chonmeyong, dan diasingkan ke luar istana. Terbiasa hidup di padang pasir dan bertemu orang-orang asing saat masih kecil membuat Deok Man tumbuh menjadi gadis kuat dan tahan dalam segala situasi. Terkadang ia lugu hingga mudah dibohongi, namun sebenarnya kecerdasannya luar biasa. Sejak kecil ia haus akan pengetahuan dan suka menerjemahkan buku-buku yang didapatnya dari orang-orang asing yang mampir ke kedainya di padang pasir. Ketika masuk ke lingkungan istana saat berusia 15 tahun ia perlu belajar banyak tentang cara hidup di kerajaan yang selama ini tak pernah dibayangkannya

Sejarah mencatat, Seon Deok bukan hanya ratu pertama di Korea, juga berhasil meletakkan pondasi bersatunya tiga kerajaan di bawah kekuasan Shilla.



MI SHIL (GO HYEON JEONG)



Sebelum Ratu Seon Deok berkuasa, Mi Shil satu-satunya perempuan yang berhasil memberi pengaruh kuat pada jalannya pemerintahan. Dia menjadi penasihat Raja dan pasukan elit istana, Hwarang. Menggunakan kecantikan dan kecerdikannya mendekati Raja Jinheung, juga memperdayai Raja Jinpyeong. Mi Shil tak segan menggunakan taktik menjalin hubungan asmara demi melancarkan aksinya merebut kekuasaan. Dia memiliki tiga putra dari tiga pria berbeda, dari Raja Jinji, Seol Won, dan Se Jong. Semua putra dan pasangannya juga berada di bawah pengaruh kekuasaan Mi Shil.



KIM YU SHIN (EOM TAE WOONG)



Kim Yu Shin, seorang jenderal dinasti Shilla yang terkenal dengan keberanian dan kemampuannya dalam berperang. Jenderal tampan ini pula yang menjadi pimpinan pasukan elit Hwarang. Pandangannya yang jauh ke depan dalam mempersatukan tiga negara di bawah kekuasaan kerajaan Shilla, membuat Ratu Seon Deok menaruh kepercayaan besar. Kedekatannya dengan Ratu Seon Deok sebenarnya berpotensi melaju ke arah romantisme.



PUTRI CHEONMYEONG (PARK YE JIN)



Sebagai putri kembar Raja Jinpyeong, ia lebih beruntung karena Raja memilihnya untuk diasuh di lingkungan kerajaan. Meski tampak kalem, Cheonmyeong memiliki karisma dan kecerdasan. Namun hasutan Mi Shil yang mengatakan dialah pembawa nasib sial bagi kerajaan membuatnya memilih menjadi biksu agar terlepas dari segala konflik. Mi Shil berhasil membuatnya percaya, dialah sumber pembawa sial yang membuat Raja Jinpyeong terus kehilangan anak lelaki.



BI DAM (KIM NAM GIL)



Bi Dam, putra hasil hubungan Mi Shil dengan Raja Jinji. Sejak bayi, Mi Shil tak memedulikan Bi Dam karena bayi itu tak mampu membuat Raja Jinji mengangkatnya menjadi ratu. Saat tumbuh dewasa, Bi Dam pun berpihak pada Putri Deok Man. Tapi karena merasa Deok Man lebih memercayai Kim Yu Shin ketimbang dirinya, Bi Dam justru memimpin pemberontakan melawan Kim Yu Shin.

The Great Queen Seon Deok Episode 16


Kebencian yang membara nyaris saja membuat Deok Man menusuk Chil Sook dengan belati sampai ia sadar kalau penglihatan pria itu sudah rabun. Sempat menanyakan apakah Deok Man (Lee Yo-won) tidak apa-apa, Chil Sook (Ahn Kil-kang) langsung pergi terburu-buru begitu mendengar suara-suara orang mencarinya. Rupanya, kehebohan disebabkan oleh menghilangnya So Hwa (Seo Young-hee), yang belakangan bisa ditemukan kembali.


Seo Ri berkata So Hwa pasti tersesat. So Hwa mengenal benar tempat itu karena dulu ia dan Raja Jinpyeong sering bermain disitu. Deok Man mengikuti Chil Sook. Chil Sook menanyakan So Hwa dan lega saat So Hwa ditemukan. Dayang istana melihat Deok Man dan bertanya apa yang ia lakukan di tempat ini karena ini tempat khusus wanita. Deok Man berkata ia mencurigai sesuatu dan sebagai Nang Do ia harus memeriksa. Deok Man tetap diminta untuk pergi.


Belum tahu kalau ibunya masih hidup, Deok Man cuma bisa termenung sambil meneteskan air mata, ia sadar kalau Mi Shil-lah yang mengirim Chil Sook untuk memburunya saat di padang gurun. Semakin penasaran tentang jati dirinya, keesokan paginya, Deok Man menemui Putri Cheon Myeong. Sedang sang putri bersandiwara dengan berlaku dingin pada Deok Man. Deok Man minta waktu bertemu. Deok Man lapor pada Cheon Myeong bahwa Chil Sook sudah kembali ke Seorabol. Cheon Myeong kaget. Deok Man berkata bahwa tugas Chil Sook adalah untuk menangkapnya. Deok Man tidak tahu alasannya, itulah yang akan ia cari, itulah alasan mengapa ia pergi ke Shilla untuk menemukan alasan dan identitasnya yang sebenarnya.


Deok Man memperlihatkan lukisan So Hwa pada Cheon Myeong dan berkata So Hwa adalah ibunya. Deok Man ingin Mi Shil mengaku padanya mengapa ia ingin membunuh ibunya dan dirinya.

Deok Man berkata Chil Sook ada di Kaputren. Cheon Myeong heran, Kaputren ‘kan hanya untuk wanita, tidak mungkin pria dapat masuk. Deok Man yakin ada jalan rahasia jadi ia berharap Cheon Myeong masuk dan mencari informasi untuknya. Sang Putri setuju.

Cheon Myeong mengembalikan lukisan So Hwa. Saat mengemasnya lagi, secara tidak sengaja, Sang Putri melihat belati kecil Deok Man (milik Raja Jinheung) jatuh. Cheon Myeong memungutnya dan berkata apa ini milik Deok Man dan dia mengagumi keindahan belati itu. Deok Man mengiyakan.

Pagi harinya, Pendeta Seo Ri (Song Ok-sook) meminta Raja Jinpyeong (Jo Min-ki) untuk upacara ritual untuk menghindari bencana dari Langit. Seperti yang sudah diduga, Mi Shil-lah yang diminta sebagai penanggung jawab. Setelah sekian tahun hidup damai, keruan saja berita tentang bakal diadakannya upacara ritual menjadi bahan pembicaraan yang meresahkan rakyat.

Pasalnya, upacara kerap diiringi sejumlah kejadian yang tidak bisa dijelaskan. Kubu Raja Jinpyeong sendiri sadar upacara ritual kerap digunakan oleh pihak Mi Shil untuk mengajukan permintaan yang tidak masuk akal. Repotnya lagi, apa yang diramalkan Mi Shil tidak pernah meleset.

Setelah mendapat petunjuk dari Pendeta Wyol Cheon, Mi Saeng (Jung Woong-in) telah menyiapkan rancangan strategi untuk membuat rakyat tunduk dengan menggunakan patung Buddha dan kacang kedelai mentah. Dibalik gayanya yang santai dan ketidakmampuan di bidang bela diri, Mi Saeng rupanya memiliki otak brilian dan mampu memikirkan hal yang belum bisa dipikirkan oleh dimasanya.

Begitu mendapat kesempatan bersama Mi Shil, Deok Man tanpa henti bertanya pada sang pemegang segel kerajaan tentang banyak hal, yang dijawab Mi Shil dengan sabar. Yang menarik, Mi Shil punya konsep menarik tentang penguasa : sampai kapanpun, seorang raja tidak akan mampu memenuhi keinginan rakyatnya yang begitu beragam.

Kebersamaan dengan Mi Shil membuat Deok Man mulai mendapat banyak hal dari wanita yang disebut-sebut sebagai harta sekaligus racun kerajaan Shilla tersebut, namun ia langsung terbelalak saat Mi Shil menyebut tidak percaya dengan apa yang dinamakan ‘Kehendak dari Langit.’

Di tengah rapat para hwarang, Putri Cheon Myeong mengajukan diri untuk mendampingi Mi Shil dalam mempersiapkan upacara ritual dan menunjuk Yu Shin (Uhm Tae-woong) sebagai pembantu utamanya. Setelah rapat selesai, Yu Shin dipanggil untuk menghadap Mi Shil.


Mi Shil berkata, dalam ritual ini ia selalu mendapat wahyu dari surga. Ia membujuk Kim Yu Shin untuk bergabung di pihaknya. Dengan gayanya yang khas, Mi Shil mengingatkan akan nasib bangsa Gaya sambil mengingatkan Yu Shin untuk tidak menjadikan dirinya sebagai musuh. Kim Yu Shin merasa berterima kasih tapi hanya ada satu cara membuat Kim Yu Shin bergabung dengan Mi Shil, yaitu Mi Shil harus membunuhnya. Kim Yu Shin hanya akan bergabung dengan Mi Shil kalau ia mati.


Yu Shin membuat Mi Shil marah, ia bertanya apa Kim Yu Shin tahu jalan apa yang akan ditempuhnya di masa depan. Yu Shin berkata ia belum memutuskan jalannya. Yu Shin permisi pergi setelah sebelumnya meminta Mi Shil tidak mengancam ayahnya dan Putri Cheon Myeong. Mi Shil berkata tidak peduli sebesar apapun seseorang, ia memerlukan bantuan dari kuasa yang lebih tinggi atau surga. Mi Shil menulis 3 karakter bahasa Cina, Ren (Orang), Li (Kekuatan), dan Kou (Mulut), kombinasi ketiga karakter ini membentuk Ga Ya. Kim Yu Shin tidak peduli dan pergi.

Bo Jong masuk dan tidak akan melepaskan Yu Shin. Mi Shil memintanya melepaskan masalah ini. Mi Shil dapat melihat Kim Yu Shin akan menjadi orang besar. Dia tahu Yu Shin tidak takut padanya.

Deok Man dan Yu Shin berjalan di selasar. Yu Shin berkata ia akan bertugas sebagai Jae Rang. Deok Man senang, itu berarti Yu Shin memiliki kesempatan menyelidiki tempat itu. Deok Man berkata, ada satu tempat di Royal Celestial Shrine yang hanya diketahui oleh Mi Shil. Kim Yu Shin bertanya mengapa Deok Man meminta bantuan Cheon Myeong, bukan dirinya.

Ritual dimulai. Strategi Mi Shil memang luar biasa, ia mampu membuat para anggota keluarga kerajaan, terutama Putri Cheon Myeong, dan rakyat bertekuk-lutut dengan meramalkan munculnya patung Buddha dari dalam tanah di wilayah Nahjong.

Mengaku mendapat perintah dari Langit, Mi Shil meminta Raja Jinpyeong untuk mengusir bangsa Gaya dari pinggiran kota Seorabol. Tidak main-main, bila kehendak dari Langit itu tidak dituruti, maka dalam waktu tiga hari bakal terjadi gerhana bulan.

Deok Man dan Yu Shin tidak percaya begitu saja, namun keduanya terkejut saat di tempat terpisah, mereka sama-sama melihat bulan menghilang untuk sesaat, yang sekaligus menjadi bukti kalau ramalan Mi Shil telah menjadi kenyataan. Dengan lemas, Deok Man melangkah ke kediaman Mi Shil untuk meneruskan tugasnya menerjemahkan buku berbahasa Latin.

Siapa sangka, Mi Shil malah menyampaikan hal mengejutkan : ia sudah tahu kalau Deok Man adalah mata-mata Putri Cheon Myeong. Tidak ragu menyebut kalau bunga Sadaham adalah buku penanggalan tentang kejadian alam yang bakal terjadi, Mi Shil menantang Deok Man dan kubu Putri Cheon Myeong untuk melawannya.

Di tempat terpisah, Putri Cheon Myeong berlutut di kuil sambil menangis, ia mengira kalau Mi Shil benar-benar utusan dari langit sehingga tidak bisa dikalahkan. Ditengah kesedihannya, tiba-tiba tangan Putri Cheon Myeong dibelai dengan lembut oleh seorang wanita.

The Great Queen Seon Deok Episode 15

Ditemani Mi Saeng (Jung Woong-in), Mi Shil (Go Hyeon-jeong) dan pengiringnya berjalan terburu-buru ke suatu tempat. Diam-diam, Deok Man (Lee Yo-won) mengikuti dari belakang. Malang bagi sang Nang Do, aksinya ketahuan oleh Putra Mi Saeng sekaligus pengawal Mi Shil yaitu Dae Nam Bo (Ryu Sang-wook).
Ditarik paksa untuk masuk, Deok Man sudah dibuat menggigil oleh tebakan Mi Shil yang sudah bisa menebak kalau sang Nang Do tengah melacak keberadaan bunga Sadaham. Namun dugaan Mi Shil sedikit meleset : Deok Man bukan ketakutan akibat mengira buku yang dipegang Mi Shil adalah bunga Sadaham, melainkan karena sadar kalau buku tersebut adalah miliknya.

Mi Shil melihat keseluruhan isi buku Parallel Lives yang ditulis dalam bahasa Yunani.



Αα-Alpha; Ββ-Beta; Γγ-Gamma; Δδ-Delta; Εε-Epsilon; Ζζ-Zeta; Ζζ-Eta; Θθ-Theta; Ιι-lota; Κκ-Kappa; Λλ-Lambda; Μμ-Mu; Νν-Nu; Ξξ-Xi; Οο-Omicron; Ρρ-Rho; Σσς-Sigma; Ττ-Tau; Υυ-Upsilon; Φφ-Pi; Χχ-Chi; Ψψ-Psi; Ωω-Omega




Mulai sadar kalau Chil Sook (Ahn Kil-kang) dikirim oleh Mi Shil, Deok Man hanya terdiam saat wanita itu menyindir kesetiaannya pada Putri Cheon Myeong (Park Ye-jin). Dengan suara penuh keyakinan, Mi Shil menyebut pada dasarnya manusia adalah jahat. Keberhasilan Deok Man dalam menjawab membuat Mi Shil terkesan, ia sempat meminta sang Nang Do untuk bekerja padanya.

Begitu Deok Man menolak, Mi Shil dengan santai menyuruhnya keluar. Ucapan itu membuat Mi Saeng terperangah, namun Mi Shil menyebut potensi Deok Man yang begitu besar membuatnya tidak tega membunuh ‘pemuda’ itu terlalu cepat. Rupanya, diam-diam Mi Shil punya strategi untuk menarik Deok Man.


Paginya saat bangun, Deok Man dikejutkan oleh kemunculan Seok Bum (Hong Kyung-in) di markas klan Kembang Naga yang menyerahkan surat dari Mi Shil. Keruan saja semuanya terkejut, Deok Man yang tidak sadar kalau dirinya dijebak masuk ke dalam kamar untuk membaca pesan yang disebut-sebut Seok Bum sebagai jawaban Mi Shil dari pertanyaan Sang Nang Do di malam sebelumnya.

Tak lama kemudian, Yu Shin (Uhm Tae-woong) muncul dan meminta Deok Man menunjukkan surat dari Mi Shil.

Dengan wajah bingung, Deok Man menyerahkan surat sambil menyebut ada sejumlah kejanggalan. Sikap polos Nang Do itu malah disalahartikan oleh Yu Shin, ia mengira Deok Man sengaja mengaburkan sejumlah huruf di surat.

Dalam waktu singkat, kecurigaan kalau Deok Man telah berpindah ke pihak Mi Shil menyebar dengan cepat. Tidak cuma di kalangan hwarang, gosip meresahkan tersebut juga tengah jadi pembicaraan di kalangan bangsawan istana. Dengan susah-payah, Putri Cheon Myeong berusaha membela Deok Man.


Dengan usaha keras, Bo Jong dan Seok Bum berhasil menemukan Chil Sook, yang sudah berniat meninggalkan Seorabol untuk hidup tenang bersama So Hwa (Seo Young-hee). Sempat terjadi pertempuran sengit, Chil Sook yang begitu hebat ternyata punya kelemahan : pandangan matanya sudah kabur.


Chil Sook bersiap untuk bertarung saat Dae Nam Bo datang dan Mi Shil tiba. Chil Sook mencoba memfokuskan matanya dan ketika mendengar suara Mi Shil ia memberi salam. Mi Shil tercekat dan berkata sudah lama sekali. So Hwa berusaha menyembunyikan diri di belakang Chil Sook.

Chil Sook minta ampun dan ingin pergi tapi dihadang Bo Jong dkk. Disinilah keistimewaan Mi Shil yang membuatnya disegani para anak buah terlihat : ia benar-benar meneteskan air mata melihat penderitaan Chil Sook. Mi Shil terisak dan ia teringat pengabdian Chil Sook padanya. Mi Shil bertanya mengenai misi yang diberikannya pada Chil Sook, Chil Sook berkata So Hwa dan anak itu sudah tewas jadi Chil Sook ingin pergi. Mi Shil bertanya siapa So Hwa, ia hanya seorang wanita yang kehilangan anaknya dan Chil Sook menolongnya. Setelah mendengar cerita sang mantan pengawal, Mi Shil bertekad untuk membuat Chil Sook bisa melihat kembali secara normal seperti sebelumnya. Tanpa ragu-ragu, Mi Shil meminta Chil Sook kembali ke Seorabeol bersamanya. Chil Sook menolak, Mi Shil mengerti pendirian Chil Sook, tapi ia tetap ingin mengobati mata Chil Sook. Akhirnya Chil Sook mengikuti Mi Shil.

Mi Shil mengobati mata Chil Sook di kuil di gunung Toham dengan diam-diam.


Saat pesta yang diadakan Raja hampir selesai, Pedagang India dan Jang Dae berbicara dalam bahasa Latin. Deok Man mencuri dengar, mereka ingin mengambil keuntungan dari kedua belah pihak, tapi Jang tidak setuju. Jang lupa masih berbahasa Latin dan minta Deok Man menyajikan teh.

Kebingungan oleh sikap rekan-rekannya yang terlihat agak menjauh, Deok Man melakukan kesalahan ketika tengah mengamati Tuan Jang dan para pedagang : ia langsung mematuhi perintah Tuan Jang — menyajikan teh permintaan mereka — yang berbicara dalam bahasa Latin. Pedagang Harsha curiga Deok Man mengerti bahasa mereka. Keruan saja, rahasianya yang selama ini bisa berbicara tidak hanya dalam bahasa Gyerim terbongkar.

Keadaan Deok Man makin tersudut ketika dirinya diminta menemui Mi Saeng dikediaman sang pejabat istana, Nang Do itu kebingungan ketika dirinya hanya diminta duduk diam tanpa bicara apa-apa. Mi Saeng memuji Deok Man karena bantuannya tentang nasi kari. Mi Saeng minta Deok Man mengikutinya, ia menyuruh Deok Man masuk dan ia keluar sambil tersenyum, ia tahu Deok Man diikuti. Joo Bang tidak dapat mendengar apapun karena Mi Saeng hanya duduk dan mengelus kumisnya. Go Do lapor pada Kim Yu Shin. Mi Saeng dan Deok Man menghabiskan waktu dengan minum teh. Deok Man akhirnya keluar dan ditarik Joo Bang yang bertanya tentang pertemuannya dengan Mi Saeng. Deok Man tidak dapat mengatakan apapun. Yu Shin yang tidak tahan lagi langsung menuduhnya telah tergiur oleh uang Mi Saeng, dan adu mulut sengit terjadi antara keduanya.

Tidak ada pilihan lain bagi Deok Man kecuali datang ke tempat Mi Shil, dengan cepat ia menyatakan siap melayani wanita penuh tipu-daya itu. Permintaan awal Mi Shil hanya satu : Deok Man diminta untuk datang pada malam hari untuk menerjemahkan buku berbahasa Latin yang diberikan oleh Chil Sook.

Baru saja keluar, tiba-tiba Deok Man ditarik oleh dua orang misterius yang ternyata adalah bawahan Putri Cheon Myeong. Dihadapkan dengan sang putri yang didampingi Yu Shin, akhirnya baru ketahuan bahwa Deok Man ternyata sudah bisa membaca strategi Mi Shil dan hanya pura-pura menyeberang ke kubu musuh bebuyutan Putri Cheon Myeong itu.

Setelah diberitahu tentang apa yang harus dilakukan, Deok Man berjalan ke kediaman Mi Shil untuk menjalankan tugasnya. Siapa sangka ditengah jalan, ia bertabrakan dengan seseorang berperawakan tinggi besar. Mata Deok Man langsung terbelalak ngeri saat sadar siapa orang itu : Chil Sook.

The Great Queen Seon Deok Episode 14

Samar-samar Deok Man melihat sosok Chil Sook, tanpa sadar sang musuh bebuyutan membawa kejutan terbesar : So Hwa yang masih hidup.




Di istana, utusan dari China disambut oleh Raja Jinpyeong (Jo Min-ki). Suasana sempat memanas ketika permintaan barter kerajaan Shilla ditolak mentah-mentah, pasalnya barang yang diincar adalah buku kalender yang ketika itu merupakan harta yang tak ternilai.



Saat tengah mengamati para pedagang yang memasuki Seorabol, Deok Man (Lee Yo-won) diingatkan oleh Yu Shin (Uhm Tae-woong) supaya menjalankan misi rahasianya dengan sangat hati-hati supaya nama Putri Cheon Myeong (Park Ye-jin) tidak ikut terseret.



Ucapan itu membuat Deok Man meradang, ia langsung membalas ucapan Yu Shin dengan menyebut sang atasan seolah terus mencari kesalahannya. Keduanya sempat terlibat adu mulut seru yang membuat Putri Cheon Myeong tersenyum lebar.



Kembali ke Seorabol setelah belasan tahun, Chil Sook (Ahn Kil-kang) ternyata membawa seseorang : So Hwa (Seo Young-hee). Rupanya saat terjadi badai pasir, Chil Sook berhasil menyelamatkan So Hwa, dan sejak itu tidak terpisahkan dari mantan dayang istana tersebut.



Ketika tengah mengendap-ngendap ke dalam kediaman para pedagang, Deok Man tertangkap basah oleh Bo Jong (Baek Do-bin). Untungnya gadis itu cerdas, ia beralasan hendak menanyakan menu masakan yang bakal disajikan kepada para pedagang.



Begitu melihat para pedagang hendak mendiskusikan masalah penting, Deok Man berinisiatif memecahkan pot bunga supaya ada alasan untuk menguping pembicaraan. Dengan kemampuannya menguasai berbagai bahasa, sudah tentu tidak sulit bagi Deokman untuk mengerti arah pembicaraan para pedagang yang dipimpin Tuan Jang.



Setelah semuanya pergi, pedagang lain bernama Hasha mengeluarkan barang yang selama ini menjadi incaran Mi Shil : bunga Sadaham. Di kediamannya, Mi Shil (Go Hyeon-jeong) sudah mewanti-wanti Mi Saeng (Jung Woong-in) bahwa berapapun harganya, ia harus memiliki bunga Sadaham yang selama ini sudah ditunggu-tunggu kehadirannya.



Untuk mengetahui seperti apa bunga Sadaham, Deok Man berhasil membujuk Joo Bang (Lee Moon-shik) untuk menggunakan keahliannya mencuri. Tanpa kesulitan, Joo Bang berhasil merebut kunci kamar Tuan Jang saat sang pedagang pergi ke kamar kecil.



Rencana pertemuan rahasia antara Tuan Jang yang membawa bunga Sadaham dan Mi Shil diam-diam menarik perhatian dua kubu sekutunya: Se Jong (Dok Go-young) dan Seol Won (Jun Noh-min). Diam-diam, keduanya mengutus putra masing-masing untuk membuntuti Tuan Jang. Dasar apes, keduanya malah tertangkap basah oleh Mi Shil sendiri.



Ketika Mi Shil tengah melakukan negosiasi pembelian bunga Sadaham, yang ternyata adalah sebuah buku, Deok Man diam-diam menyelinap masuk ke kamar Tuan Jang. Saat membuka sebuah kotak, Deok Man sangat kaget melihat barang-barang miliknya saat tinggal di gurun termasuk plakat bertuliskan nama So Hwa ada disitu.



Dengan tubuh menggigil, ingatan Deok Man langsung melayang ke masa silam. Keluar dari ruangan secara terburu-buru, sehingga Joo Bang dan Go Do (Ryu Dam) bingung, Deok Man langsung mengurung diri dikamarnya.



Setelah menuntaskan traksaksi bunga Sadaham, Mi Shil melakukan tugas berikutnya: menegur langsung Se Jong dan Seol Won. Dengan suara tinggi, Mi Shil menyebut bahwa yang dilakukan dua pria itu sama saja berusaha untuk menjadi Mi Shil kedua. Dan bila itu terjadi, mereka hanya perlu membunuh Mi Shil yang asli.



Ucapan itu sukses membuat kedua kubu langsung buru-buru meminta maaf. Sikap dingin Mi Shil tersebut ternyata diikuti oleh sikap mesranya pada Se Jong sang suami dan Seol Won sang kekasih gelap di malam harinya.



Paginya, Mi Shil terkejut saat diberikan kotak berisi bungkus bayi kembar Raja Jinpyeong dan plakat bertuliskan nama So Hwa. Mulutnya langsung ternganga begitu mendengar bahwa kotak itu diberikan oleh seseorang bernama Chil Sook, ia langsung memerintahkan supaya Chil Sook bisa dibawa kehadapannya.

Takizawa Hideaki


Hideaki Takizawa’s Profile


Name: 滝沢秀明

Name (romaji): Takizawa Hideaki

Nickname: タッキー (Tackey)

Profession: Actor and singer

Birthdate: 1982 March 29

Birthplace: Tokyo

Height: 169cm

Weight: 58kg

Star sign: Aries

Blood type: A

Family: Father, mother, elder brother and elder sister

Jpop Group: Tackey & Tsubasa

Talent Agency: Johnny’s Entertainment



Filmography

TV Series

Romeo and Juliet (NTV, 2007)

Satomi Hakkenden (TBS, 2006)

Yoshitsune (NHK, 2005)

Chichi no Umi, Boku no Sora (2004)

Boku dake no Madonna (Fuji TV, 2003)

Taiyou no Kisetsu (Fuji TV, 2002)

Antique (2001)

Strawberry on the Shortcake (2001)

Taiyou wa Shizumanai (2000)

Shin Oretachi no Tabi (1999)

Majo no Jouken (TBS, 1999)

News no Onna (Fuji TV, 1998)

Dareka ga dareka ni koishiteru

Chef (NTV, 1995)

Mokuyou no Kaidan (Fuji TV, 1995)



Endorsments

TheoBro Cocoa (2006)

Amicollagen

Olympus Camera (2005)

Oronamin C (2005)

Sapporo Naisu Ocha

Soh

Shiseido

Macherie

Fitit Hair Color



Awards

16th Television Drama Academy Awards: Best Supporting Actor – News no Onna

25th Television Drama Academy Awards: Best Actor – Taiyou wa Shizumanai

34th Television Drama Academy Awards: Best Actor – Taiyou no Kisetsu

1st Nikkan Sports Drama Grand Prix (97-98): Best Newcomer – News no Onna

5th Nikkan Sports Drama Grand Prix (01-02): Best Actor – Antique

8th Nikkan Sports Drama Grand Prix (04-05): Best Actor – Yoshitsune

Selasa, 08 Desember 2009

Amaterasu


Amaterasu (天照), Amaterasu-ōmikami (天照大神 or 天照大御神) atau Ōhiru-menomuchi-no-kami (大日孁貴神) dalam mitologi Jepang adalah dewi matahari dan merupakan dewi (神 kami) Shinto yang paling penting . Ia lahir dari mata kiri Izanagi.


Ia juga dikatakan berhubungan secara langsung dengan garis silsilah rumah tangga kerajaan Jepang dan kaisar.

Tamamo-no-Mae


Tamamo-no-Mae (玉藻前) adalah figur legendaris dalam mitologi Jepang dan cerita rakyat Jepang. Di Otogizoshi, kumpulan prosa Jepang ditulis selama periode Muromachi. Ia dikatakan sebagai wanita paling cantik dan pintar di Jepang. Tubuh Tamamo-no-Mae secara misterius baunya selalu enak, dan pakaiannya tidak pernah kotor. Tamamo-no-Mae tidak hanya cantik, tetapi ia juga bijaksana. Walaupun ua hanya berusia dua puluh tahun, tak ada pertanyaan yang tidak dapat ia jawab.

Momotarō


Momotarō (桃太郎) adalah cerita rakyat Jepang yang mengisahkan anak laki-laki super kuat bernama Momotarō yang pergi membasmi raksasa. Diberi nama Momotarō karena ia dilahirkan dari dalam buah persik (momo), sedangkan "Tarō" adalah nama yang umum bagi laki-laki di Jepang.


Dari nenek, Momotarō mendapat bekal kue kibidango. Di perjalanan, anjing, monyet, dan burung pegar ikut bergabung sebagai pengikut Momotarō karena diberi kue.

Ringkasan cerita


Di zaman dulu kala, hiduplah seorang kakek dan nenek yang tidak punya anak. Ketika nenek sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang besar sekali datang dihanyutkan air dari hulu sungai. Buah persik itu dibawanya pulang ke rumah untuk dimakan bersama kakek. Dipotongnya buah persik itu, tapi dari dalamnya keluar seorang anak laki-laki. Anak itu diberi nama Momotarō, dan dibesarkan kakek dan nenek seperti anak sendiri. Momotarō tumbuh sebagai anak yang kuat dan mengutarakan niatnya untuk membasmi raksasa. Pada waktu itu memang di desa sering muncul para raksasa yang menyusahkan orang-orang desa. Momotarō berangkat membasmi raksasa dengan membawa bekal kue kibidango. Di tengah perjalanan menuju pulau raksasa, Momotarō secara berturut-turut bertemu dengan anjing, monyet, dan burung pegar. Setelah menerima kue dari Momotarō, anjing, monyet, dan burung pegar mau menjadi pengikutnya. Di pulau raksasa, Momotarō bertarung melawan raksasa dengan dibantu anjing, monyet, dan burung pegar. Momotarō menang dan pulang membawa harta milik raksasa.

Kintarō



Kintaro (金太郎 ,Kintarō) adalah tokoh cerita rakyat Jepang berupa anak laki-laki bertenaga superkuat. Ia digambarkan sebagai anak laki-laki sehat yang memakai rompi merah bertuliskan aksara kanji 金 (emas). Di tangannya, Kintaro membawa kapak (masakari) yang disandarkan ke bahu. Ia juga kadang-kadang digambarkan sedang menunggang beruang.


Cerita Kintaro dikaitkan dengan perayaan hari anak laki-laki di Jepang. Kintaro dijadikan tema boneka bulan lima (gogatsu ningyō) yang dipajang untuk merayakan Hari Anak-anak. Orang tua yang memajang boneka Kintaro berharap anak laki-lakinya tumbuh sehat, kuat, dan berani seperti Kintaro. Selain itu, Kintaro sering digambarkan menunggang ikan koi pada koinobori.

Cerita Kintaro konon berasal dari kisah masa kecil seorang samurai bernama Sakata Kintoki (坂田公時 atau 坂田金時) dari zaman Heian. Menurut legenda, ibunya adalah seorang Yama-uba (wanita dari gunung, atau yamamba) yang hamil akibat perbuatan dewa petir Raijin. Kisah lain mengatakan, ibunya melahirkan bayi Kintaro dari hasil hubungannya dengan seekor naga merah.

Legenda


Kintaro bersama ibunya, lukisan karya Kitagawa UtamaroMenurut catatan Kuil Kintaro di kota Oyama, Shizuoka, Kintaro konon lahir bulan 5 tahun 965. Ibunya bernama Yaegiri, putri dari ahli ukir bernama Jūbei yang bekerja di Kyoto. Kintaro adalah anaknya dengan pekerja istana bernama Sakata Kurando. Setelah mengandung, Yaegiri pulang ke kampung halaman untuk melahirkan Kintaro. Namun setelah itu, Yaegiri tidak lagi kembali ke Kyoto karena ayah Kintaro sudah meninggal dunia.

Kintaro dibesarkan ibunya di kampung halamannya di Gunung Ashigara. Kintaro tumbuh sebagai anak yang kuat, namun ramah dan berbakti kepada ibunya. Setelah besar, Kintaro bergulat sumo melawan beruang di Gunung Ashigara.

Kintaro bertemu dengan Minamoto no Yorimitsu di puncak Gunung Ashigara pada 28 April 976. Yorimitsu menjadikan Kintaro sebagai pengikutnya setelah mengetahui kekuatan fisik Kintaro yang luar biasa. Setelah namanya diganti menjadi Sakata Kintoki, ia bertugas di Kyoto, dan menjadi salah satu dari 4 pengawal Yorimitsu yang disebut kelompok Shitennō. Ketiga rekannya yang lain adalah Watanabe no Tsuna, Urabe no Suetake, dan Usui Sadamitsu. Kelompok Shitennō disebut dalam literatur klasik Konjaku Monogatari yang terbit sekitar 100 tahun setelah wafatnya Minamoto no Yorimitsu. Ketiga rekannya bisa dipastikan memang benar pernah ada, tapi Sakata Kintoki tidak pernah bisa dibuktikan keberadaannya.

Pada 28 April 990, Kintoki berhasil mengusir oni bernama Shuten Dōji yang tinggal di Gunung Ōe, Provinsi Tamba (sekarang kota Fukuchiyama, Prefektur Kyoto). Shuten Dōji perlu disingkirkan karena masuk ke kota membuat kekacauan. Sewaktu menghadapi Shuten Dōji, Yorimitsu bersama keempat pengawalnya (termasuk Kintoki) menyamar sebagai biksu Yamabushi. Shuten Dōji ditaklukkan dengan sake yang dicampur obat tidur.

Pada 11 Januari 1012, Sakata Kintoki, 55 tahun, meninggal dunia di Mimasaka (sekarang kota Shōō, Prefektur Okayama) akibat panas tinggi. Pada waktu itu, Kintoki sedang dalam perjalanan menuju Kyushu untuk menumpas pemberontak. Penduduk setempat menjadikannya panutan, dan mendirikan sebuah kuil untuknya (sekarang disebut Kuil Kurigara).

Urashima Tarō


Urashima Tarō (浦島太郎 ?) adalah legenda Jepang tentang seorang nelayan bernama Urashima Tarō. Ia diundang ke Istana Laut (Istana Ryūgū) setelah menyelamatkan seekor penyu.


Dalam catatan sejarah Provinsi Tango (Tango no kuni fudoki) terdapat cerita berjudul Urashima no ko (浦嶼子), tapi menceritakan tentang delapan bidadari yang turun dari langit. Selain itu, kisah Urashima Tarō disebut dalam Nihon Shoki dan Man'yōshū. Cerita yang sekarang dikenal orang adalah versi Otogizōshi asal zaman Muromachi. Seperti lazimnya cerita rakyat, berbagai daerah di Jepang masing-masing memiliki cerita versi sendiri tentang Urashima Tarō.

Kehidupan Urashima Tarō di Istana Laut seperti diceritakan dalam Otogizōshi dianggap tidak cocok untuk anak-anak, sehingga dipotong ketika dijadikan cerita anak. Pada tahun 1910, Kementerian Pendidikan Jepang memasukkan cerita Urashima Tarō ke dalam buku teks resmi bagi murid kelas 2 sekolah dasar, dan terus bertahan dalam buku teks selama 40 tahun.

Jalan cerita


Versi Otogizōshi

Di Provinsi Tango, hidup seorang nelayan bernama Urashima Tarō. Pada suatu hari, ia pergi memancing namun yang terkail adalah seekor penyu. Tarō melepas penyu tersebut kembali ke laut setelah teringat, "penyu katanya bisa hidup hingga 10.000 tahun, kasihan kalau dibunuh." Beberapa hari kemudian, seorang wanita mendekati pantai dengan mendayung sendiri perahunya. Seorang tetua meminta Tarō untuk menyambut wanita yang ternyata adalah pelayan seorang putri. Sebagai ucapan terima kasih atas penyu yang telah ditolong, Tarō diundang pergi ke Istana Laut. Ditemani pelayan sang putri, Tarō naik perahu menuju ke Istana Laut. Setibanya di sana, Tarō disambut sang putri, dan hidup bersamanya selama 3 tahun. Namun, Tarō ingin pulang karena cemas dengan ayah dan ibu yang ditinggalkan di kampung halaman. Sang putri akhirnya mengaku bahwa dirinya adalah penyu yang pernah ditolong Tarō. Sebagai hadiah perpisahan, sang putri memberikan sebuah kotak perhiasan (tamatebako). Setelah Tarō tiba di kampung halaman, desa yang dulu ditinggalinya ternyata sudah tidak ada lagi. Setelah bertanya ke sana ke mari, Tarō diberi tahu bahwa di atas bukit terdapat makam Tarō dan kedua orang tuanya. Tarō begitu sedih, dan membuka kotak dari sang putri. Asap keluar sebanyak tiga kali dari dalam kotak. Tarō berubah menjadi seekor burung jenjang, dan terbang menghilang.

Dalam Otogizōshi, Istana Laut tidak berada di dasar laut, melainkan di daratan atau di pulau lain.


Versi turunan dari Otogizōshi

Seorang nelayan bernama Urashima Tarō menolong seekor penyu yang sedang disiksa sekawanan anak-anak. Sebagai rasa terima kasih telah ditolong, penyu mengajak Tarō berkunjung ke Istana Laut. Dengan menunggang penyu, Tarō pergi ke Istana Laut yang ada di dasar laut. Di sana, Tarō bertemu putri jelita di Istana Laut yang bernama Putri Oto. Bagaikan mimpi, Tarō ditemani Putri Oto selama beberapa hari. Hingga akhirnya Tarō ingin pulang. Putri Oto mencegahnya, tapi tahu usahanya akan sia-sia. Putri Oto memberinya sebuah kotak perhiasan (tamatebako), dan berpesan agar kotak tidak dibuka. Dengan menunggang seekor penyu, Tarō tiba kembali di kampung halamannya. Namun semua orang yang dikenalnya sudah tidak ada. Tarō merasa heran, lalu membuka kotak hadiah dari Putri Oto. Asap keluar dari dalam kotak, dan seketika Tarō berubah menjadi seorang laki-laki yang sangat tua. Menurut perhitungan waktu di dasar samudra, Tarō hanya tinggal selama beberapa hari saja. Namun menurut waktu di daratan, Tarō pergi selama 700 tahun.

Dalam cerita versi ini, nasib Tarō selanjutnya tidak diceritakan.


Versi Man'yōshū

Dalam Man'yōshū volume 9 terdapat prosa karya Takahashi no Mushimaro yang merupakan prototipe kisah Urashima Tarō. Kisahnya tentang Urashima no ko dari Mizu no e. Sepulangnya dari memancing ikan selama 7 hari, ia bertemu dengan putri dewa laut bernama Putri Penyu. Setelah akrab, keduanya menikah dan hidup di istana dewa laut. Setelah tinggal di sana selama 3 tahun, ia ingin pulang memberitahukan kabar bahagia tentang pernikahannya kepada ayah dan ibunya. Sebelum berangkat, sang putri memberinya sebuah kotak yang disebut tamatebako. Setibanya di kampung halaman, desa, penduduk desa, dan rumah yang dulu ditinggalinya sudah tidak ada. Ia berpikir kalau kotak hadiah dari putri dibuka, semuanya akan kembali seperti semula. Ketika kotak dibuka, asap keluar, dan seketika rambutnya menjadi beruban semua. Urashima no ko sudah menjadi laki-laki yang sangat tua dan meninggal.

Konjaku Monogatarishū

Konjaku Monogatarishū (今昔物語集, Kumpulan cerita masa lampau) atau Konjaku Monogatari adalah kumpulan cerita yang diperkirakan selesai ditulis di Jepang pada akhir zaman Heian. Judul buku berasal dari kalimat pembuka cerita yang sebagian besar dimulai dengan kata "Konjaku" atau dibaca "Ima wa mukashi" (今昔, 今ハ昔, Di masa lampau). Sebelum abad ke-19, judul buku ini tidak dibaca sebagai Konjaku Monogatari, melainkan Imawamukashi no Monogatari.


Isinya berupa lebih dari seribu judul cerita dari tiga negara, India, Tiongkok, dan Jepang. Seluruhnya terdiri dari 31 volume yang tidak lengkap karena volume 8, 18, dan 21 tidak ada. Menurut perkiraan, volume yang tidak ada bukan disebabkan buku hilang atau rusak setelah selesai ditulis, melainkan mungkin belum selesai ditulis. Selain itu, sejumlah kalimat dan cerita yang ada di dalam buku ini juga tidak lengkap.

Pengarang zaman modern sering mengambil ide cerita dari Konjaku Monogatari. Di antaranya Ryūnosuke Akutagawa dengan cerita pendek Rashomon dan Hana (Hidung).

Sejarah

Tahun penulisan dan nama pengarang/penyunting buku ini tidak diketahui.

Tahun penulisan

Dalam Konjaku Monogatarishū terdapat indikasi bahwa penulisnya berusaha mencatat cerita-cerita seputar Perang Zenkunen dan Perang Gosannen yang merupakan perang besar di paruh kedua abad ke-11. Walaupun demikian, penulisannya terhenti pada judul-judul cerita sedangkan isi cerita tidak ada. Berdasarkan karakteristik tokoh dan peristiwa, Konjaku Monogatari diperkirakan disusun setelah tahun 1120-an hingga tahun 1449. Literatur lain yang pertama kali menyebut tentang Konjaku Monogatari adalah buku harian biksu Kyōkaku berjudul Kyōgaku Shiyōshō dari tahun 1449.


Kejadian penting yang terjadi mulai pertengahan hingga akhir abad ke-12 seperti Pemberontakan Hōgen, Pemberontakan Heiji, dan Perang Genpei sama sekali tidak disebut-sebut atau dijadikan latar belakang cerita. Berdasarkan alasan tersebut, buku ini kemungkinan besar mulai ditulis pada tahun 1120-an di masa Kaisar Shirakawa atau Kaisar Toba menjalankan pemerintahan dari balik biara.

Pengarang

Hingga saat ini, nama pengarang atau penyunting sama sekali tidak diketahui. Bila Konjaku Monogatari dianggap sebagai edisi revisi dan perluasan dari Uji Dainagon Monogatari, maka penulisnya adalah seorang dainagon dari Uji yang bernama Minamoto no Takakuni. Namun penjelasan bahwa pengarang Konjaku Monogatari adalah Minamoto no Takakuni telah dibantah. Selain itu, biksu dari Nanto Bokurei juga sering disebut sebagai penulisnya.


Naskah Suzuka

Perpustakaan Universitas Kyoto menyimpan naskah tertua Konjaku Monogatarishū yang berasal dari koleksi buku keluarga Suzuka sehingga disebut "Naskah Suzuka" (Suzuka-bon). Perpustakaan menerima naskah tersebut sebagai hadiah pada bulan Oktober 1991. Setelah pekerjaan restorasi selesai, Naskah Suzuka ditetapkan sebagai pusaka negara pada bulan Juni 1996.


Naskah Suzuka yang dimiliki Perpustakaan Universitas Kyoto terdiri dari 9 volume. Berdasarkan hasil analisis usia kertas, naskah Suzuka diperkirakan berasal dari sekitar zaman penulisan Konjaku Monogatarishū, dan kemungkinan adalah naskah asli (bukan salinan). Naskah-naskah Konjaku Monogatarishū yang lain diperkirakan disalin, dan disebarluaskan dari Naskah Suzuka.

Susunan


Cerita dikelompokkan menjadi tiga bagian: volume 1-5: India (187 cerita), volume 6-10: Tiongkok (180 cerita), dan volume 10-31: Jepang (736 cerita).[3] Masing-masing bagian diawali dengan cerita ajaran agama Buddha, termasuk di antaranya cerita mengenai karma. Setelah itu, masing-masing bagian dilanjutkan dengan cerita keduniawian. Cerita disusun secara kronologis, dimulai dari cerita yang paling tua.

Ciri khas Konjaku Monogatari adalah paragraf pembuka cerita yang umumnya dimulai dengan kalimat "Konjaku" atau dibaca "Ima wa mukashi" (今昔, 今ハ昔 ?, Di masa lampau). Sementara itu, cerita diakhiri dengan kalimat penutup yang umumnya berbunyi, "Tonamukatari Tsutaetarutoya" (トナム語リ伝エタルトヤ ?, Begitulah cerita seperti dikisahkan dan disampaikan turun temurun). Walaupun demikian, sebagian cerita juga memakai kalimat pembuka dan penutup yang lain. Selain itu, dua (atau tiga) buah kisah yang mirip dikelompokkan menjadi satu.

Sumber cerita

Cerita yang dikumpulkan dalam Konjaku Monogatari bukanlah cerita asli, melainkan hasil kutipan dari buku-buku lain. Buku yang dijadikan sumber cerita antara lain Nihon Ryōiki, Sanbō-e, dan Honchō Hokkegenki. Walaupun demikian, volume berisi cerita keduniawian asal Jepang memuat banyak cerita keduniawian yang tidak diketahui sumbernya. Cerita dari zaman yang sama, seperti kisah Putri Kaguya juga memakai kalimat pembuka "Ima wa mukashi", sehingga cerita lisan juga mungkin digunakan sebagai sumber cerita.

Gaya sastra

Naskah asli ("Naskah Suzuka") ditulis dalam aksara kanji yang mudah-mudah saja bercampur katakana (cara penulisan Wakan-konkōbun). Gaya penulisannya sederhana tidak terlalu dipenuhi retorika. Dibandingkan literatur klasik lainnya, Konjaku Monogatari termasuk lebih mudah dibaca. Sementara itu, penggunaan Gitaigo (kata sifat yang menjelaskan keadaan alam) menjadikan cerita menjadi hidup dan pembaca seolah-olah hadir dalam cerita. Tempo cerita lancar dan banyak memakai bahasa percakapan sehari-hari tidak seperti lazimnya karya sastra zaman Heian.

Cerita ditulis sedetil mungkin, dan sedapat mungkin menerangkan lokasi tempat kejadian dan penjelasan tentang tokoh utama dalam cerita. Bila keterangan tersebut tidak ada, penulis sengaja menyisakan tempat kosong pada bagian kalimat yang bisa diisi di kemudian hari. Banyaknya tempat-tempat kosong yang belum diisi juga menjadi ciri khas buku ini.

Bagian India

Volume 1-4 berisi cerita ajaran agama Buddha. Volume 5 berisi cerita keduniawian, dan cerita kehidupan lampau Buddha Sakyamuni.


Volume 1: India (kelahiran Sakyamuni dan kehidupannya yang dimitoskan)
Volume 2: India (khotbah Buddha yang diajarkan Sakyamuni)
Volume 3: India (ajaran kemanusiaan menurut Sakyamuni dan saat mangkat)
Volume 4: India Pasca-Buddha (kegiatan murid-murid Sakyamuni setelah Sakyamuni wafat)
Volume 5: India Pra-Buddha (kehidupan lampau Sakyamuni, dan masa hidupnya sebelum menjadi Buddha)

Bagian Tiongkok
 
Volume 6 hingga 9 berisi cerita agama Buddha


Volume 6: Ajaran Buddha Tiongkok (kedatangan agama Buddha di Tiongkok dan sejarah penyebaran)
Volume 7: Ajaran Buddha Tiongkok (kebajikan Mahaprajnaparamita Sutra dan Saddharma Pundarika Sutra, serta cerita mukjizat)
Volume 8: tidak ada
Volume 9: Cerita budi pekerti dari Tiongkok (cerita anak berbakti)
Volume 10: Sejarah negara Tiongkok (buku sejarah Tiongkok, cerita aneh seperti novel)

Bagian Jepang, subbagian Buddhisme

Volume 11: Buddhisme di Jepang (kedatangan Buddhisme di Jepang dan penyebarannya)
Volume 12: Buddhisme di Jepang (pertanda dan kebajikan upacara peringatan orang meninggal)
Volume 13: Buddhisme di Jepang (kebijakan resitasi Saddharma Pundarika Sutra)
Volume 14: Buddhisme di Jepang (cerita mukjizat Saddharma Pundarika Sutra)
Volume 15: Buddhisme di Jepang (cerita kematian biksu)
Volume 16: Buddhisme di Jepang (cerita mukjizat Avalokitesvara Bodhisattva)
Volume 17: Buddhisme di Jepang (cerita mukjizat Ksitigarbha Bodhisattva)
Volume 18: tidak ada
Volume 19: Buddhisme di Jepang (orang awam yang menjadi biksu dan wafat, cerita aneh)
Volume 20: Buddhisme di Jepang (Tengu, pulang pergi ke/dari alam barzah, karma)

Bagian Jepang, subbagian cerita keduniawian

Volume 21 tidak ada. Sesuai urutan yang ada, volume ini kemungkinan menurut rencana disediakan untuk cerita keluarga kekaisaran.

Volume 21: tidak ada
Volume 22: Jepang (seri riwayat hidup klan Fujiwara)
Volume 23: Jepang (cerita militer)
Volume 24: cerita keduniawian Jepang (cerita dunia hiburan)
Volume 25: cerita keduniawian Jepang (cerita perang dan kepahlawanan)
Volume 26: cerita karma dari Jepang
Volume 27: cerita hantu dari Jepang (cerita hantu, cerita misterius)
Volume 28: cerita keduniawian dari Jepang (cerita humor)
Volume 29: cerita dunia kriminal dari Jepang (cerita perampok dan cerita hewan)
Volume 30: cerita lain-lain dari Jepang (cerita dengan lagu, kisah cinta)
Volume 31: cerita lain-lain dari Jepang (cerita aneh, bonus cerita misterius)

Otogizōshi


Otogizōshi (御伽草子, お伽草子, atau おとぎ草子 ?, buku cerita dongeng) adalah sebutan untuk buku-buku cerita bergambar asal Jepang yang disusun mulai abad ke-14 hingga abad ke-17. Isinya berupa cerita pendek (dongeng) yang dilengkapi dengan ilustrasi, dan ditujukan bagi anak-anak sekaligus orang dewasa. Nama pengarang dan ilustrator tidak diketahui.


Buku ditulis dengan maksud sebagai hiburan serta pendidikan moral dan agama. Dalam bahasa Jepang, togi (伽) berarti "hal pelipur kebosanan" atau orang yang melakukan hal tersebut.

Istilah otogizōshi juga dipakai untuk buku cerita dongeng yang ditulis dengan gaya otogizōshi. Nara Ehon (buku bergambar dari Nara) adalah sebutan untuk salinan otogizōshi yang diberi tambahan ilustrasi.

Tahun penulisan

Buku cerita yang tergolong ke dalam otogizōshi diperkirakan berjumlah lebih dari 400 judul[3], tapi hanya sekitar 100 judul yang diperkirakan banyak diketahui orang. Jumlah judul yang pasti tidak diketahui. Dua judul buku yang sama masing-masing dapat berisi cerita yang berbeda, dan begitu pula sebaliknya.
Walaupun buku dan ceritanya sudah dikenal sejak zaman Muromachi, istilah "otogizōshi" baru digunakan orang Jepang sejak abad ke-18. Pencetusnya adalah toko buku Shibukawa Seiemon di Osaka yang menerbitkan 23 judul buku berisi cerita pendek dengan judul seri Otogi Bunko (Pustaka Dongeng) atau Otogizōshi antara tahun 1716 dan 1736. Judul-judul cerita yang diterbitkan adalah Bunshōzōshi, Hachikazuki, Komachizōshi, Onzōshi Shimawatari, Karaitozōshi, Kohata Kitsune, Nanakusa-zōshi, Sarugenji-zōshi, Monogusa Tarō, Sazare ishi, Hamaguri no zōshi, Koatsumori, Nijūshikō, Bontenkoku, Nosezaru zōshi, Neko no sōshi, Hamaide, Izumi Shikibu, Issun Bōshi, Sakaki, Urashima Tarō, Shutendōji, dan Yokobuesōshi.

Isi

Cerita dalam otogizōshi sebagian besar diambil dari cerita dongeng zaman kuno. Walaupun demikian, sebagian cerita otogizōshi berasal dari zaman yang lebih baru, misalnya cerita Neko no sōshi asal awal abad ke-17. Selain itu, isi cerita Yokobue sōshi juga menyerupai isi cerita Hikayat Heike. Di antara cerita dongeng Otogizōshi terdapat cerita Dōjōji Engi yang sering menjadi tema cerita dalam kesenian tradisional Jepang (noh, kabuki, nihon buyo). Cerita anak-anak yang populer hingga sekarang seperti Issun Bōshi juga berasal dari otogizōshi.


Cerita otogizōshi banyak disertai ilustrasi yang sama pentingnya dengan cerita. Gaya bercerita menggunakan kalimat-kalimat sederhana. Alur cerita juga sederhana seperti lazimnya cerita dongeng, namun bisa memiliki sejumlah interpretasi. Walaupun disusun dengan kalimat dan alur sederhana, bukan berarti ceritanya hanya ditulis untuk anak-anak atau wanita.

Kategori

Berikut ini adalah pengelompokan cerita otogizōshi dan contohnya:


Cerita kalangan bangsawan (kugemono)
Ko'ochikubo, Fuseya no Monogatari

Cerita keagamaan dan asal-usul kuil (honjimono)
Bontengoku, Atagojizō Monogatari

Cerita biksu (sōryomono)
Sannin Hōshi, Oyō no Ama

Cerita kepahlawanan (bukemono)
Shutendōji, Benkei Monogatari

Cerita orang biasa (shominmono)
Issun Bōshi, Monogusa Tarō

Cerita dari luar negeri (gaikokumono)
Hamaguri sōshi, Nijūshikō.

Nihon Shoki


Nihon Shoki (日本書紀 ,Nihonshoki, Yamatobumi) adalah buku sejarah Jepang yang berasal dari zaman Nara. Buku ini merupakan buku sejarah resmi yang tertua mengenai Jepang dan masih ada hingga sekarang. Nihon Shoki juga disebut Nihongi (日本紀)


Buku ini merupakan seri pertama dari kumpulan enam buku sejarah bangsa yang disebut Rikkokushi. Buku selesai ditulis tahun 720 (tahun ke-4 zaman Yōrō) dan disunting dibawah pengawasan Pangeran Toneri.

Nihon Shoki seluruhnya terdiri dari 30 jilid ditambah 1 jilid berisi bagan silsilah (genealogi) yang hilang. Jilid pertama dimulai dengan cerita mitologi dan diakhiri dengan sejarah di zaman Kaisar Jitō. Isi disusun secara kronologis, dan ditulis dalam bahasa Tionghoa Klasik (kanbun) seperti lazimnya penulisan dokumen resmi saat itu.

Daftar judul

Jilid 1: Kami no Yo no Kami no maki (Mitos bagian I)


Jilid 2: Kami no Yo no Shimo no maki (Mitos bagian II)

Jilid 3: (Kaisar Jimmu) Kamuyamato Iwarebiko no Sumeramikoto

Jilid 4:

(Kaisar Suizei) Kamu Nunakawamimi no Sumeramikoto

(Kaisar Annei) Shikitsuhiko Tamatemi no Sumeramikoto

(Kaisar Itoku) Ōyamato Hikosukitomo no Sumeramikoto

(Kaisar Kosho) Mimatsuhiko Sukitomo no Sumeramikoto

(Kaisar Koan) Yamato Tarashihiko Kuni Oshihito no Sumeramikoto

(Kaisar Korei) Ōyamato Nekohiko Futoni no Sumramikoto

(Kaisar Kogen) Ōyamato Nekohiko Kunikuru no Sumramikoto

(Kaisar Kaika) Wakayamato Nekohiko Ōbibi no Sumeramikoto

Jilid 5: (Kaisar Sujin) Mimaki Iribiko Iniye no Sumeramikoto

Jilid 6: (Kaisar Suinin) Ikume Iribiko Isachi no Sumeramikoto

Jilid 7:

(Kaisar Keiko) Ōtarashihiko Oshirowake no Sumeramikoto

(Kaisar Seimu) Waka Tarashihiko no Sumeramikoto

Jilid 8: (Kaisar Chuai) Tarashi Nakatsuhiko no Sumeramikoto

Jilid 9: (Permaisuri Jingu) Okinaga Tarashihime no Mikoto

Jilid 10: (Kaisar Ojin) Homuda no Sumeramikoto

Jilid 11: (Kaisar Nintoku) Ōsasagi no Sumeramikoto

Jilid 12:

(Kaisar Richu) Izahowake no Sumeramikoto

(Kaisar Hanzei) Mitsuhawake no Sumeramikoto

Jilid 13:

(Kaisar Ingyo) Oasazuma Wakugo no Sukune no Sumeramikoto

(Kaisar Anko) Anaho no Sumeramikoto

Jilid 14: (Kaisar Yūryaku) Ōhatsuse no Waka Takeru no Sumeramikoto

Jilid 15:

(Kaisar Seinei) Shiraka no Take Hirokuni Oshi Waka Yamato Neko no Sumeramikoto

(Kaisar Kenzo) Woke no Sumeramikoto

(Kaisar Ninken) Oke no Sumeramikoto

Jilid 16: (Kaisar Buretsu) Ohatsuse no Waka Sasagi no Sumeramikoto

Jilid 17: (Kaisar Keitai) Ōdo no Sumeramikoto

Jilid 18:

(Kaisar Ankan) Hirokuni Oshi Take Kanahi no Sumeramikoto

(Kaisar Senka) Take Ohirokuni Oshi Tate no Sumeramikoto

Jilid 19: (Kaisar Kimmei) Amekuni Oshiharaki Hironiwa no Sumeramikoto

Jilid 20: (Kaisar Bidatsu) Nunakakura no Futo Tamashiki no Sumeramikoto

Jilid 21:

(Kaisar Yomei) Tachibana no Toyohi no Sumeramikoto

(Kaisar Sushun) Hatsusebe no Sumeramikoto

Jilid 22: (Kaisar Suiko) Toyomike Kashikiya Hime no Sumeramikoto

Jilid 23: (Kaisar Jomei) Okinaga Tarashi Hihironuka no Sumeramikoto

Jilid 24: (Kaisar Kogyoku) Ame Toyotakara Ikashi Hitarashi no Hime no Sumeramikoto

Jilid 25: (Kaisar Kotoku) Ame Yorozu Toyohi no Sumeramikoto

Jilid 26: (Kaisar Saimei) Ame Toyotakara Ikashi Hitarashi no Hime no Sumeramikoto

Jilid 27: (Kaisar Tenji) Ame Mikoto Hirakasuwake no Sumeramikoto

Jilid 28: (Kaisar Temmu, bagian I) Ama no Nunakahara Oki no Mahito no Sumeramikoto, Kami no maki

Jilid 29: (Kaisar Temmu, bagian II) Ama no Nunakahara Oki no Mahito no Sumeramikoto, Shimo no maki.

Jilid 30: (Kaisar Jitō) Takamanohara Hirono Hime no Sumeramikoto


Proses penyuntingan
 
Berlainan dengan Kojiki, di dalam buku Nihon Shoki tidak dijelaskan alasan, proses penyusunan, dan nama penyusun. Penjelasan baru ditemukan di dalam buku sejarah Shoku Nihongi yang diterbitkan kemudian. Di dalam Shoku Nihongi ditulis tentang, "Sebelumnya, Pangeran Toneri atas perintah kaisar sudah menyunting 'Nihongi', saat itu menyelesaikannya, mempersembahkan 30 jilid sejarah dan satu jilid bagan silsilah" (先是一品舎人親王奉勅修日本紀。至是功成奏上。紀三十巻系図一巻).
 
Sumber
 
Nihon Shoki diperkirakan disusun dari berbagai sumber yang lebih tua, di antaranya kitab Teiki dan Kuji. Kedua kitab ini merupakan catatan sejarah Jepang yang dikumpulkan dari legenda milik berbagai klan yang bekerja untuk istana di masa pemerintahan Kaisar Kimmei sekitar pertengahan abad ke-6. Selain itu, Nihon shoki berisi kutipan dari berbagai dokumen yang sudah tidak ada lagi sekarang.


Buku sejarah Tennōki dan Kokuki yang disusun Pangeran Shotoku dan Soga no Umako di tahun 620 diperkirakan merupakan buku sejarah yang lebih tua dari Nihon Shoki, tapi habis terbakar sewaktu terjadi Peristiwa Isshi tahun 645 sehingga perlu ditulis buku sejarah yang baru.

Kojiki


Kojiki (古事記 ,Kojiki, Furukotofumi) adalah buku sejarah Jepang yang tertua dan menurut kata pengantar yang ada di dalamnya dipersembahkan Oho no Asomiyasumaro (Ō no Yasumaro) pada tahun 712 (tahun ke-5 zaman Wadō).

Buku ini berisi berbagai catatan peristiwa, mulai dari penciptaan langit dan bumi (Ametsuchi) dan berakhir pada zaman Kaisar Suiko, termasuk di dalamnya cerita-cerita dari mitologi dan legenda. Selain itu, Kojiki juga berisi banyak syair (kayō).

Kojiki terdiri dari 3 jilid.

Jilid I: Kamitsumaki

Bagian ini berisi kata pengantar dan mitologi seputar kelahiran dan kehidupan berbagai kami.

Jilid II: Nakatsumaki

Bagian ini berisi kisah para kaisar yang dimulai dari kaisar pertama (Kaisar Jimmu) dan diakhiri dengan kaisar ke-15 (Kaisar Ōjin).

Jilid III: Shimotsumaki

Bagian ini berisi kisah para kaisar yang dimulai dari kaisar ke-16 (Kaisar Nintoku) hingga kaisar ke-33 (Kaisar Suiko).

Garis besar
 
Di dalam kata pengantar ditulis bahwa Kojiki merupakan kumpulan tulisan yang ditulis Ō no Yasumaro berdasarkan folklor zaman kuno Teiki (silsilah kaisar) yang dihafal Hieda no Are dan Kuji (legenda).
"Kojiki" dianggap bukan judul resmi, dan merupakan nama yang biasa digunakan untuk menyebut buku kuno. Asal-usul judul buku ini tidak jelas, mungkin sudah diberi judul "Kojiki" oleh Ō no Yasumaro, tapi mungkin juga orang lain yang menambahkan judul ini kemudian. Aksara kanji untuk judul buku ini bisa dibaca sebagai Furukotobumi, tapi biasanya sekarang dibaca Kojiki.

Tidak seperti Nihonshoki, Kojiki bukan buku sejarah resmi (Seishi) yang ditulis untuk kaisar. Walaupun demikian, pada kata pengantar Kojiki ditulis tentang Kaisar Temmu yang "menghimpun Teiki, memeriksa Kuji, menghapus tulisan yang tidak benar dan memastikan kebenaran, dan mewariskan buku ini untuk generasi berikut." (撰帝紀 檢舊辭 去偽定真使傳於後世), sehingga buku ini boleh juga dikatakan ditulis untuk kaisar.

Susunan

Kojiki terdiri dari bagian yang diambil dari Kuji dan bagian yang diambil dari Teiki. Bagian yang diambil Kuji berisi kumpulan cerita yang berkaitan dengan keluarga kaisar dan keluarga bangsawan, serta cerita di lingkungan dalam istana. Bagian yang ditulis dari Teiki semuanya berupa silsilah kaisar, daftar nama kaisar dari kaisar pertama hingga kaisar ke-33, nama permaisuri, pangeran, putri kaisar, serta anak keturunan dan keluarganya. Selain itu, di bagian yang sama ditulis nama istana, tahun bertahta, tahun wafat dan shio pada tahun tersebut, usia, lokasi makam, serta peristiwa penting yang terjadi selama bertahta. Semua data merupakan hasil hafalan pencerita istana (kataribe) untuk diucapkan sewaktu ada upacara pemakaman kaisar, dan baru mulai ditulis di pertengahan abad ke-6.


Penulisan

Kojiki ditulis dalam bahasa Jepang tapi seluruhnya menggunakan aksara kanji yang dipakai untuk menuliskan bahasa Tionghoa Klasik (hentai-kanbun). Kata-kata kuno, nama orang, nama tempat, nama barang, dan bagian berisi syair (kayō) ditulis satu aksara kanji bahasa Tionghoa klasik untuk setiap suku kata. Sewaktu menuliskan suku kata demi suku kata, di samping kanan aksara kanji juga ditambahkan tanda baca berupa aksara kanji (seperti 上, atau 去).


Salinan tertua

Salinan tertua dari Kojiki yang masih ada sekarang disebut Shinpukuji-hon Kojiki (buku Kojiki milik kuil Shinpuku-ji). Buku ini sekarang disimpan di kuil Shinpuku-ji (Ōsukannon), Nagoya, Prefektur Aichi dan merupakan Pusaka Nasional Jepang. Pekerjaan penyalinan dimulai tahun 1371 oleh pendeta Buddha bernama Kenyu dan selesai di tahun berikutnya (1372).

Makhluk Mitologi Jepang Kuno

Tsuchinoko


Tsuchinoko (ツチノコ ?) adalah hewan yang dilaporkan ada di Jepang tapi belum pernah bisa dibuktikan (cryptid). Bentuknya seperti ular namun berperut gendut mirip botol atau pin boling dengan ekor yang kecil mirip ekor tikus. Hewan ini dilaporkan pernah "dilihat" saksi mata di berbagai tempat di Jepang, kecuali di Hokkaido dan Kepulauan Ryukyu. Hingga kini, tsuchinoko belum pernah berhasil ditangkap orang karena saksi mata menjadi takut, atau hewan ini lebih dulu melarikan diri.


Nama "Tsuchinoko" berasal dari nama lokal untuk "hewan" ini menurut penduduk daerah Kansai (Kyoto, Mie, Nara, dan Shikoku). Di daerah Kanto, penduduk menyebutnya sebagai bachihebi. Beberapa pemerintah daerah di Jepang menawarkan hadiah uang dalam jumlah besar bagi orang yang berhasil menangkap tsuchinoko. Hadiah uang sebesar 100 juta yen pernah ditawarkan kota Itoigawa, Niigata.

Pemerian
 
Saksi mata yang mengaku pernah "melihat" tsuchinoko melaporkan ciri fisik dan tingkah laku sebagai berikut:


Dibandingkan dengan ular biasa, bagian perut sedikit agak gendut
Kuat meloncat hingga sekitar 1 meter
Suka minum sake
Bisa berbunyi "chii"
Bergerak dengan sangat cepat
Cara bergerak seperti ulat atau menggulung diri sambil menggigit bagian ekor dan berputar bagaikan roda
Dari mulut menyemburkan api.

Sejarah
 
Alat-alat dari batu berbentuk ular yang mirip tsuchinoko ditemukan dari situs arkeologi zaman Jomon di Hida, Prefektur Gifu. Gambar yang mirip tsuchinoko juga ditemukan pada bagian luar tembikar berbentuk guci yang berasal dari situs arkeologi di Prefektur Nagano.


Tsuchinoko dijelaskan sebagai dewa padang rumput dalam literatur klasik Kojiki yang ditulis pada abad ke-8.

Dalam ensiklopedia Wakan Sansai Zue asal zaman Edo, tsuchinoko ditulis dalam artikel berjudul Nozuchihebi (野槌蛇 ?, ular palu ladang).

Penjelasan yang masuk akal


Kemungkinan besar, orang hanya salah melihat saja. Perut ular yang baru saja menelan mangsa berukuran besar akan membesar seperti sosok tsuchinoko yang dilaporkan saksi mata. Selain itu, tsuchinoko mirip dengan kadal genus Tiliqua yang masuk ke Jepang sebagai hewan peliharaan sejak sekitar tahun 1970-an. Kadal tersebut memiliki kaki yang kecil dan hampir tidak terlihat, sehingga di tengah kerimbunan dapat disangka sebagai tsuchinoko.

Tengu


Tengu (天狗) adalah makhluk dalam legenda Jepang. Salah satu Kami penunggu gunung, atau yōkai yang erat hubungannya dengan burung elang atau gagak. Pakaiannya mirip dengan pakaian pendeta yamabushi yang menempa diri di hutan dan gunung. Tengu memiliki hidung yang panjang, wajahnya merah, memiliki sepasang sayap, serta kuku kaki dan tangan yang sangat panjang. Tengu bisa terbang bebas di angkasa sambil membawa tongkat yang disebut kongōzue, pedang besar (tachi), dan kipas berbentuk daun (hauchiwa). Pekerjaannya menghalangi orang yang ingin mendalami agama Buddha. Nama lainnya adalah Gehō-sama (外法様 ,tuan sihir).

Dalam bahasa Jepang dikenal ungkapan Tengu ni naru yang berarti "sangat bangga dengan diri sendiri". Ungkapan ini kemungkinan berasal dari ungkapan "hana ga takai" (hidungnya tinggi).

Asal-usul

Tengu berhidung panjang seperti dikenal orang zaman sekarang merupakan hasil penggambaran orang pada abad pertengahan. Dalam cerita Konjaku Monogatari-shū, tengu digambarkan bisa berlari di udara, dan sebagai hantu berbentuk burung rajawali yang membuat orang kerasukan. Penggambaran tersebut diperkirakan mengambil model dari hantu Temma dalam konsep agama Buddha yang digambarkan berbadan manusia dan memiliki sepasang sayap.

Model awal tengu kemungkinan berubah pada paruh pertama zaman Muromachi. Dalam kumpulan cerita rakyat Otogizōshi terdapat cerita Tengu no Dairi (Istana Tengu) yang tokoh utamanya bernama Kurama Tengu. Selain itu, Ushiwakamaru dikabarkan menerima pelajaran seni pedang dari Tengu di Kuil Kurama. Dalam Hikayat Heike, tengu digambarkan seperti "Manusia tapi tidak seperti manusia, burung tapi tidak seperti burung, anjing tapi tidak seperti anjing, tangan dan kakinya seperti tangan dan kaki manusia, wajahnya seperti anjing, memiliki sayap di kanan kiri, dan bisa terbang."

Kappa



Kappa (河童, "anak sungai"), juga disebut Gatarō (川太郎, "anak sungai") atau Kawako (川子, "anak sungai") , adalah makhluk legendaris, sejenis makhluk air yang dapat ditemukan pada cerita rakyat Jepang. Namun, mereka juga dianggap sebagai bagian dari kriptozologi, karena beberapa orang mengaku melihat Kappa. Pada agama Shintō, mereka dianggap sebagai salah satu suijin ("dewa air").

Yōkai


Yōkai (妖怪 ,"setan"?) adalah kelas obake, makhluk dalam cerita rakyat Jepang (dengan banyak asal dari Tiongkok) yang terdiri dari setan oni sampai kitsune atau wanita salju Yuki-onna. Beberapa merasuki binatang dan bagian fitur manusia (seperti Kappa dan Tengu). Yōkai umumnya memiliki kekuatan spiritual atau supernatural.

Tanuki


Tsukioka YoshitoshiTanuki (狸 atau タヌキ) adalah sebutan untuk binatang anjing rakun dalam bahasa Jepang. Sebutan "Tanuki" digunakan untuk dua subspesies anjing rakun (Nyctereutes procyonoides): N. p. viverrinus (anjing rakun biasa) dan N. p. albus (anjing rakun putih asal Hokkaido).

Tanuki digambarkan dalam cerita rakyat Jepang sebagai makhluk yang nakal, kocak, riang gembira, serta pandai menyamar dan berubah bentuk. Cerita rakyat berjudul Periuk Bunbuku dan Gunung Kachi-kachi menampilkan Tanuki sebagai tokoh utama.

Penggambaran Tanuki dengan skrotum yang sangat besar berasal dari penggunaan kulit Tanuki dalam kerajinan emas untuk melebarkan lembaran emas. Bentuk anatomi yang khas tersebut menjadikan Tanuki populer sebagai lagu anak-anak yang secara eksplisit menyebut bagian tubuh sebelah bawah milik Tanuki.

Cerita rakyat


Walaupun sudah dikenal sejak dulu dan sering muncul dalam cerita rakyat, sebagian orang di Jepang masih tidak bisa membedakan Tanuki (anjing rakun) dengan binatang lain. Tanuki sering disebut Mujina atau Mami yang sebenarnya merupakan nama untuk hewan spesies Meles meles (Eurasian badger). Di desa-desa sekitar wilayah Kanto, penduduk setempat menyebut anjing rakun sebagai Mujina. Di sebagian wilayah Prefektur Tochigi, Tanuki disebut Mujina, dan sebaliknya Mujina (Meles meles) disebut Tanuki.

Penggambaran Tanuki sebagai makhluk yang kocak baru dilakukan di zaman Edo. Tanuki digambarkan berperut gendut, memiliki skrotum yang sangat besar hingga bisa dipakai memukul-mukul perutnya sendiri. Tanuki yang muncul dalam cerita rakyat di zaman Kamakura dan zaman Muromachi justru digambarkan sebagai hantu menakutkan yang kadang-kadang suka makan orang.

Dalam cerita Gunung Kachi-kachi (Kachi-kachi Yama) yang diambil dari kumpulan cerita pendek Otogizōshi di zaman Muromachi, Tanuki digambarkan sebagai makhluk jahat. Tanuki tega membohongi seorang nenek dan membunuhnya untuk dibuat sup. Setelah itu, Tanuki menyamar sebagai si nenek dan berhasil menipu si kakek untuk memakan sup berisi daging si nenek.

Dalam cerita Periuk Bunbuku (Bunbuku Chagama), Tanuki digambarkan ingin membalas budi seorang petani yang telah menolongnya. Agar petani bisa mendapat uang, Tanuki menyamar menjadi periuk untuk merebus air sewaktu membuat teh (chagama). Periuk ini dijual kepada pendeta di sebuah kuil, tapi ketika api mulai dinyalakan di bawah periuk yang dipakai untuk memasak air, kaki dan kepala keluar dari periuk dan Tanuki lari kesakitan.

Patung keramik


Hubungan Tanuki dengan kerajinan emas mengubah Tanuki sebagai lambang pembawa keberuntungan, dan lahir tradisi memasang patung keramik Tanuki di halaman rumah. Di depan rumah minum atau rumah makan yang menghidangkan mi sering dipajang patung keramik Tanuki.

Kota Shigaraki Prefektur Shiga memiliki kerajinan keramik yang disebut Shigaraki-yaki. Di antara produksinya yang terkenal adalah patung keramik berbentuk Tanuki yang memakai topi dan sedang memegang botol sake.

Kitsune


Kitsune (狐) adalah sebutan untuk binatang rubah dalam bahasa Jepang. Dalam cerita rakyat Jepang, rubah sering ditampilkan dalam berbagai cerita sebagai makhluk cerdas dengan kemampuan sihirnya yang semakin sempurna sejalan dengan semakin bijak dan semakin tua rubah tersebut. Selain itu, rubah mampu berubah bentuk menjadi manusia. Dalam legenda, rubah sering diceritakan sebagai penjaga yang setia, teman, kekasih, atau istri, walaupun sering terdapat kisah rubah menipu manusia.


Di zaman Jepang kuno, rubah dan manusia hidup saling berdekatan sehingga legenda tentang kitsune muncul dari persahabatan antara manusia dan rubah. Dalam kepercayaan Shinto, kitsune disebut Inari yang bertugas sebagai pembawa pesan dari Kami. Semakin banyak ekor yang dimiliki kitsune (kitsune bisa memiliki sampai 9 ekor), maka semakin tua, semakin bijak, dan semakin kuat pula kitsune tersebut. Sebagian orang memberi persembahan untuk kitsune karena dianggap memiliki kekuatan gaib.

Asal-usul


Mitos kitsune sering menjadi bahan perdebatan, karena seluruhnya mungkin berasal dari sumber asing atau bisa juga merupakan konsep asli Jepang yang berkembang di abad ke-5 SM. Sebagian mitos tentang rubah di Jepang bisa ditelusur hingga ke cerita rakyat Tiongkok, Korea, atau India. Cerita paling tua tentang kitsune berasal dari Konjaku Monogatari yang berisi koleksi cerita Jepang, India, dan Tiongkok yang berasal dari abad ke-11. Cerita rakyat Tiongkok mengisahkan makhluk huli jing (arwah rubah) yang mirip kitsune dan bisa memiliki ekor hingga sembilan. Di Korea, makhluk yang disebut kumiho (rubah berekor sembilan) merupakan makhluk mistik yang telah berumur lebih dari seribu tahun. Rubah di Tiongkok dan Korea digambarkan berbeda dengan rubah di Jepang. Tidak seperti di Jepang, rubah kumiho di Korea selalu digambarkan sebagai makhluk jahat. Walaupun demikian, ilmuwan seperti Ugo A. Casal berpendapat bahwa persamaan dalam cerita tentang rubah menunjukkan bahwa mitos kitsune berasal kitab India seperti Hitopadesha yang menyebar ke Tiongkok dan Korea, hingga akhirnya sampai ke Jepang.


Sebaliknya, ahli cerita rakyat Jepang, Nozaki Kiyoshi, berargumentasi bahwa kitsune sudah dianggap sebagai sahabat orang Jepang sejak abad ke-4, dan unsur-unsur yang diimpor dari Tiongkok dan Korea hanyalah sifat-sifat jelek kitsune. Nozaki menyatakan bahwa dalam naskah Nihon Ryakki asal abad ke-16, terdapat cerita tentang rubah dan manusia yang hidup berdampingan di zaman kuno Jepang, sehingga menurut Nozaki merupakan latar belakang timbulnya legenda asli Jepang tentang kitsune. Peneliti Inari bernama Karen Smyers berpendapat bahwa ide rubah sebagai penggoda manusia, serta hubungan mitos rubah dengan agama Buddha diperkenalkan ke dalam cerita rakyat Jepang melalui cerita serupa asal Tiongkok, namun Smyers mengatakan beberapa cerita berisi unsur-unsur cerita yang khas Jepang.

Etimologi


Menurut Nozaki, kata "kitsune" berasal dari onomatope. Kata "kitsune" berasal dari suara salakan rubah yang menurut pendengaran orang Jepang berbunyi "kitsu", sedangkan akhiran "ne" digunakan untuk menunjukkan rasa kasih sayang. Asal-usul kata kitsune juga digunakan Nozaki untuk menunjukkan bukti lebih lanjut bahwa kisah rubah baik hati dalam cerita rakyat Jepang adalah produk dalam negeri dan bukan kisah impor. Bunyi "kitsu" sebagai suara rubah menyalak sudah tidak dikenal orang di zaman sekarang. Dalam bahasa Jepang modern, suara rubah ditulis sebagai "kon kon" atau "gon gon".



Asal-usul nama "kitsune" dikisahkan dalam dongeng tertua yang hingga sekarang masih sering diceritakan orang, tapi mengandung penjelasan etimologi yang sekarang dianggap tidak benar. Berbeda dengan sebagian besar dongeng yang menceritakan kitsune bisa berubah wujud menjadi wanita dan menikah dengan manusia, dongeng berikut ini tidak berakhir tragis:


Pria bernama Ono asal Mino (menurut legenda kuno Jepang tahun 545), menghabiskan musim demi musim berkhayal tentang wanita cantik yang sesuai dengan seleranya. Di suatu senja, Ono bertemu dengan wanita idealnya di padang rumput yang luas, dan mereka berdua akhirnya menikah. Bersamaan dengan kelahiran putra pertama mereka, anjing yang dipelihara Ono juga melahirkan. Anak anjing yang dilahirkan tumbuh sebagai anjing yang semakin hari semakin galak terhadap istri Ono. Permohonan sang istri untuk membunuh anjing galak tersebut ditolak Ono. Pada akhirnya di suatu hari, si anjing galak tersebut menyerang istri Ono dengan ganas. Istri Ono begitu ketakutan hingga berubah bentuk menjadi rubah, meloncat pagar dan kabur.
"Istriku, kau mungkin seekor rubah," begitu Ono memanggil-manggil istrinya agar pulang, "tapi kau tetap ibu dari anakku dan aku cinta padamu. Pulanglah bila kau berkenan, aku selalu menunggumu."
Sang istri akhirnya pulang ke rumah di setiap senja, dan tidur di pelukan Ono.





Istilah "kitsune" merupakan sebutan untuk siluman rubah yang pulang ke rumah suami sebagai wanita di senja hari, tapi pergi di pagi hari sebagai rubah. Dalam bahasa Jepang kuna, kata "kitsu-ne" berarti "datang dan tidur", sedangkan kata "ki-tsune" berarti "selalu datang".

Deskripsi


Kitsune dipercaya memiliki kecerdasan super, kekuatan sihir, dan panjang umur. Sebagai sejenis yōkai atau makhluk halus, "kitsune" sering dijelaskan sebagai "arwah rubah" tapi bukan hantu, dan bentuk fisiknya tidak berbeda dengan rubah biasa. Semua rubah yang panjang umur juga dipercaya memiliki kemampuan supranatural.


Kitsune digolongkan menjadi dua kelompok besar. Kelompok zenko yang terdiri dari rubah baik hati yang bersifat kedewaan (sering disebut rubah Inari), dan kelompok rubah padang rumput (yako) yang suka mempermainkan manusia dan bahkan bersifat jahat Tradisi berbagai daerah di Jepang juga masih mengelompokkan kitsune lebih jauh lagi Arwah rubah tak kasat mata yang disebut ninko misalnya, hanya bisa dilihat manusia yang sedang kerasukan ninko. Tradisi lain mengelompokkan kitsune ke dalam salah satu dari 13 jenis kitsune berdasarkan kemampuan supranatural yang dimiliki.

Secara fisik, kitsune dipercaya bisa memiliki hingga 9 ekor. Jumlah ekor yang semakin banyak biasanya menunjukkan rubah yang makin tua tapi semakin kuat. Beberapa cerita rakyat bahkan mengatakan ekor rubah hanya tumbuh kalau rubah tersebut sudah berumur 1.000 tahun.


Dalam cerita rakyat, kitsune sering digambarkan berekor satu, lima, tujuh, atau sembilan. Ketika kitsune mendapatkan ekornya yang ke-9, bulu kitsune menjadi berwarna putih atau emas. Kitsune jenis ini disebut kyūbi no kitsune (kitsune berekor sembilan) dan memiliki kemampuan untuk mendengar dan melihat segala peristiwa yang terjadi di dunia. Dongeng lain menggambarkan mereka sebagai makhluk super bijak dan serba tahu.

Kitsune bisa berubah wujud menjadi manusia dan kemampuan ini baru didapat setelah kitsune mencapai usia tertentu (biasanya 100 tahun), walaupun beberapa cerita mengatakan 50 tahun. Siluman rubah harus meletakkan sejenis tanaman alang-alang yang tumbuh di dekat air, daun yang lebar, atau tengkorak di atas kepalanya sebagai syarat perubahan wujud. Rubah bisa berubah wujud menjadi wanita cantik, anak perempuan, atau lelaki tua. Perubahan wujud ini tidak dibatasi umur atau jenis kelamin rubah, dan kitsune dapat menjadi kembaran dari sosok orang tertentu. Rubah sangat terkenal dengan kemampuan berubah wujud sebagai wanita cantik. Di abad pertengahan, orang Jepang percaya kalau ada wanita yang sedang berada sendirian di saat senja atau malam hari kemungkinan adalah seekor rubah.

Dalam beberapa cerita, kitsune memiliki kesulitan dalam menyembunyikan ekornya ketika sedang menyamar menjadi manusia. Kitsune sering ketahuan sedang mencari-cari ekornya, mungkin kalau rubah sedang mabuk atau kurang hati-hati. Kelemahan ini bisa digunakan untuk memastikan manusia yang sedang dilihat adalah siluman kitsune.

Berbagai variasi cerita mengisahkan kitsune sebagai makhluk yang masih mempertahankan ciri-ciri khas rubah, seperti tubuh yang bermantelkan bulu-bulu halus, bayangan siluman kitsune yang sama seperti bayangan rubah, atau siluman kitsune yang terlihat sebagai rubah ketika sedang berkaca. Istilah "kitsune-gao" (muka kitsune) digunakan di Jepang untuk menyebut wanita yang berwajah sempit, mata yang berdekatan, alis mata yang tipis, dan tulang pipi yang tinggi. Di zaman dulu, wanita bermuka kitsune-gao dianggap cantik, dan dipercaya sebagai rubah yang sedang berubah wujud sebagai wanita dalam beberapa dongeng. Kitsune takut dan sangat benci pada anjing, bahkan ketika sedang berubah wujud sebagai manusia. Sebagian kitsune bahkan gemetaran kalau melihat anjing, kembali berubah wujud menjadi rubah dan lari pontang-panting. Orang yang taat dan berbakti kabarnya gampang mengenali siluman rubah.

Salah satu cerita rakyat mengisahkan ketidaksempurnaan perubahan wujud seekor kitsune yang sedang menjadi manusia bernama Koan. Menurut cerita, Koan yang bijak dan memiliki kekuatan sihir sedang mau mandi di rumah salah seorang muridnya. Air mandi ternyata dimasak terlalu panas, dan kaki Koan melepuh ketika masuk ke bak mandi. "Koan yang sedang kesakitan, lari keluar dari kamar mandi telanjang. Orang-orang di rumah yang melihatnya terkejut. Sekujur badan Koan ternyata ditumbuhi bulu seperti mantel, berikut ekor dari seekor rubah. Koan lalu berubah wujud di hadapan murid-muridnya menjadi seekor rubah tua dan melarikan diri."

Kemampuan supranatural lain yang dimiliki kitsune, antara lain: mulut dan ekor yang bisa mengeluarkan api atau petir (dikenal sebagai kitsune-bi yang secara harafiah berarti "api kitsune"), membuat manusia kerasukan, memberi pesan di dalam mimpi orang agar melakukan sesuatu, terbang, tak kasat mata, dan menciptakan ilusi yang begitu mendetil hingga tidak bisa dibedakan dari kenyataan. Pada beberapa cerita, kitsune bahkan memiliki kekuatan yang lebih besar lagi, sampai bisa mengubah ruang dan waktu, membuat orang menjadi marah, atau berubah menjadi bentuk-bentuk yang fantastis, seperti pohon yang sangat tinggi atau sebagai bulan kedua di langit. Kitsune lainnya memiliki ciri-ciri yang mengingatkan orang pada vampir atau succubus dan memangsa roh manusia, biasanya melalui kontak seks.

Kitsunetsuki


Istilah kitsunetsuki (狐憑き atau 狐付き) secara harafiah berarti kerasukan kitsune. Korban biasanya wanita muda yang kemasukan kitsune dari bagian kuku jari atau melalui bagian buah dada. Pada beberapa kasus, wajah korban konon berubah sedemikian rupa hingga menyerupai rubah. Menurut tradisi di Jepang, kalau orang Jepang yang buta huruf sedang kerasukan kitsune, orang tersebut bisa melek huruf untuk sementara waktu.


Ahli cerita rakyat Lafcadio Hearn mengisahkan peristiwa kerasukan kitsune dalam volume pertama buku karyanya Glimpses of Unfamiliar Japan:

Aneh memang kegilaan orang yang dirasuki iblis rubah. Kadang-kadang mereka berlarian telanjang sambil berteriak-teriak di jalanan. Kadang-kadang mereka tidur-tiduran dengan mulut berbuih dan menyalak seperti rubah. Dan di bagian tubuh orang yang kerasukan, terlihat benjolan yang bergerak-gerak di bawah kulit yang kelihatannya memiliki nyawa sendiri. Bila ditusuk dengan jarum, benjolan tersebut langsung berpindah ke tempat lain. Benjolan tidak bisa dicengkeram, lepas bila ditekan dengan tangan yang kuat dan lolos dari jari-jari. Orang yang sedang kerasukan kabarnya bisa berbicara dan menulis bahasa yang mereka tidak kuasai sebelum kerasukan. Mereka hanya memakan makanan yang dipercaya disenangi rubah, seperti — tahu, aburagé, azukimeshi, dan lain lain. Mereka juga makan banyak sekali dan membela diri bahwa yang sedang makan itu bukan mereka, tapi arwah rubah.

Lafcadio Hearn menambahkan bahwa orang yang sudah terbebas dari kerasukan kitsune bakal tidak doyan lagi makan tahu aburage, azukimeshi, atau makanan lain yang digemari rubah.

Upacara mengusir setan dilakukan di kuil-kuil Inari untuk membujuk kitsune agar mau keluar dari tubuh orang yang sedang dimasukinya. Di zaman dulu, kalau usaha lemah lembut membujuk rubah tidak berhasil atau pendeta kebetulan tidak ada, korban kitsunetsuki dipukuli atau dibakar sampai terluka parah agar kitsune mau keluar. Kalau ada seorang anggota keluarga yang kerasukan, seluruh anggota keluarga korban diasingkan oleh masyarakat.

Di Jepang, kerasukan kitsune (kitsunetsuki) sudah dianggap sebagai penyakit sejak zaman Heian dan merupakan diagnosis umum untuk gejala penyakit mental hingga di awal abad ke-20.[32][33] Kerasukan digunakan sebagai penjelasan kelakuan abnormal dari penderita. Di akhir abad ke-19, Dr. Shunichi Shimamura mencatat beberapa gejala penyakit yang disebabkan demam sering dianggap sebagai kitsunetsuki.

Dalam istilah kedokteran, kerasukan kitsune merupakan gejala penyakit mental yang khas dalam kebudayaan Jepang. Pasien percaya dirinya sedang dirasuki rubah. Gejala kerasukan kitsune di antaranya selalu ingin makan nasi atau kacang azuki, bengong, gelisah, dan menghindari tatapan mata orang lain. Penyakit kerasukan kitsune mirip tapi berbeda jauh dari lycanthropy (manusia serigala).

Hoshi no tama


Penggambaran kitsune dan korbannya sering mengikutsertakan benda putih yang disebut "bola bintang" (hoshi no tama) berbentuk bulat atau seperti bawang. Dalam dongeng, permata hoshi no tama berselimutkan api disebut kitsune-bi (api rubah). Di dalam sebagian cerita, hoshi no tama digambarkan sebagai mutiara atau permata yang memiliki kekuatan sihir. Ketika sedang tidak berubah wujud menjadi manusia atau merasuki manusia, kitsune menggigit hoshi no tama atau membawanya di bagian ekor. Permata merupakan simbol yang lazim ditemukan pada Inari, dan rubah suci Inari sangat jarang digambarkan tidak memiliki permata.

Sebagian orang percaya, sebagian kekuatan kitsune berada di dalam permata "bola bintang" ketika kitsune berubah wujud. Cerita lain menggambarkan mutiara sebagai perlambang nyawa kitsune. Kitsune akan mati jika terlalu lama terpisah dari mutiaranya. Orang yang berhasil mengambil bola kitsune, kabarnya bisa menukar bola tersebut dengan kekuatan sihir yang dimiliki kitsune. Dalam dongeng abad ke-12, seorang laki-laki berhasil mengambil bola kitsune dan mendapat imbalan ketika mengembalikannya:

"Kau terkutuk!" maki sang rubah. "Kembalikan bolaku!" Tapi laki-laki itu mengabaikan permohonan kitsune, hingga kitsune berkata sambil menangis, "Baiklah, kau boleh ambil bolaku, tapi bola tersebut bakal tidak ada gunanya buat kau, kalau kau tidak tahu cara menggunakannya. Bagiku, bola itu adalah segala-galanya. Aku peringatkan, kalau kau tidak mau mengembalikannya, kau bakalan jadi musuhku selamanya. Tapi bila kau mau mengembalikannya, aku akan terus mendampingimu bagaikan dewa pelindung."

Nyawa laki-laki tersebut kemudian diselamatkan sang rubah yang membantunya melawan gerombolan bandit.

Pelayan Inari



Dalam kepercayaan Shinto, kitsune sering dikaitkan dengan Inari. Hubungan antara Inari dan kitsune makin memperkuat kedudukan kitsune dalam dunia supranatural. Kitsune mulanya merupakan pembawa pesan yang bertugas bagi dewa Inari, tapi garis pemisah antara Inari dan kitsune makin kabur sehingga Inari digambarkan sebagai seekor rubah. Kuil Shinto yang memuliakan Inari disebut kuil Inari, tempat orang memberikan sesajen. Kitsune kabarnya suka sekali makan potongan tahu goreng aburage. Kitsune makan aburage yang biasa diletakkan di atas masakan mi Jepang yang disebut Kitsune Udon dan Kitsune Soba. Sejenis sushi yang dimasukkan di dalam kantong dari aburage disebut Inari-zushi. Ahli cerita rakyat sering berspekulasi tentang keberadaan kepercayaan rubah yang lain, karena rubah sejak dulu sudah dipuja sebagai Kami.

Kitsune di kuil Inari berwarna putih yang merupakan warna pertanda baik. Mereka dipercaya memiliki kekuatan untuk menangkal iblis, dan kadang-kadang bertugas sebagai pelindung arwah. Selain berjaga-jaga di kuil Inari, kitsune diminta agar melindungi penduduk setempat dari rubah liar (''nogitsune) yang suka membuat keonaran. Sama seperti kitsune berwarna putih, kitsune berwarna hitam dan kitsune berekor sembilan juga dianggap pertanda baik.

Menurut kepercayaan yang berasal dari feng shui, rubah memiliki kekuatan luar biasa melawan iblis, sehingga patung kitsune konon bisa mengusir hawa kimon atau energi yang mengalir arah timur laut. Kuil Inari seperti kuil Fushimi Inari di Kyoto sering memiliki koleksi patung kitsune yang banyak sekali.

Penipu

Kitsune sering digambarkan sebagai penipu dengan motif yang bervariasi, mulai dari sekadar ingin berbuat nakal hingga merugikan manusia. Kitsune dikisahkan senang mempermainkan samurai yang sombong, saudagar rakus, dan rakyat biasa yang suka pamer. Kitsune yang lebih kejam konon suka mengerjai pedagang miskin, petani, dan biksu yang saleh. Korban kitsune biasa laki-laki, sedangkan perempuan hanya bisa kerasukan kitsune. Kitsune misalnya, dipercaya menggunakan bola api kitsune-bi sewaktu membantu pelancong yang tersesat. Taktik lain kitsune adalah mengelabui korban dengan ilusi dan tipuan mata. Kitsune memperdaya manusia dengan maksud merayu, mencuri makanan, memberi pelajaran untuk orang yang sombong, atau membalas dendam sesudah dicederai.
Permainan tradisional kitsune-ken merupakan salah satu jenis permainan Batu-Gunting-Kertas dengan tiga bentuk telapak tangan dan jari-jari yang melambangkan rubah, pemburu, dan kepala kampung. Pemburu kalah dari kepala kampung, dan sebaliknya pemburu menang atas rubah, tapi rubah bisa memperdaya kepala kampung.

Kitsune digambarkan suka membuat onar ditambah reputasi suka membalas dendam. Akibatnya, orang berusaha mengungkap motif tersembunyi di balik tindakan rubah. Toyotomi Hideyoshi pernah menulis surat kepada Inari. Di dalam suratnya, Hideyoshi melaporkan keonaran yang dibuat salah seekor rubah terhadap para pelayan, dan memohon agar rubah-rubah diselidiki dan ditindaklanjuti. Kalau insiden ini tidak ditanggapi, Hideyoshi mengancam akan memburu semua rubah yang ada.


Kitsune dikenal suka menepati janji dan berusaha keras untuk bisa membalas budi. Kitsune kadang-kadang membuat onar seperti yang dikisahkan sebuah cerita asal abad ke-12. Ancaman pemilik rumah untuk membinasakan semua rubah berhasil meyakinkan kawanan rubah untuk mengubah kelakuan. Kepala keluarga kawanan rubah hadir dalam mimpi pemilik rumah untuk mohon pengampunan dari pemilik rumah, sekaligus berjanji untuk berkelakuan baik dan membalas budi dengan menjadi pelindung keluarga.

Sebagian kitsune menggunakan sihir untuk menguntungkan manusia yang dianggap teman atau majikan. Sebagai golongan Yōkai, ia tidak memiliki tata krama seperti manusia. Kitsune bisa mencuri uang dari rumah tetangga untuk diberikan kepada majikan, atau mencuri uang majikan sendiri. Di zaman dulu, pemilik rumah yang memelihara kitsune selalu dicurigai tetangga.

Dalam cerita rakyat sering dikisahkan tentang pembayaran atas barang atau jasa yang dilakukan kitsune. Kitsune bisa menipu penglihatan orang yang menerima pembayaran dari kitsune dengan sihir. Emas, uang, atau batu permata yang diterima dari kitsune sebenarnya hanya kertas bekas, daun-daunan, cabang dan ranting, batu, atau benda-benda sejenis. Hadiah yang benar-benar diberikan kitsune kepada manusia biasanya berupa benda-benda yang tak berwujud, seperti perlindungan, pengetahuan, dan umur panjang.

Istri dan kekasih



Kitsune sering digambarkan sebagai wanita penggoda dalam cerita yang melibatkan laki-laki muda. Walaupun kitsune berperan sebagai wanita penggoda, cerita biasanya bersifat romantis. Dalam cerita, laki-laki sering menikahi wanita cantik yang merahasiakan bahwa dirinya adalah seekor rubah. Ketika rahasia terbongkar, sang istri terpaksa meninggalkan suami. Pada sebagian cerita, laki-laki yang menikahi siluman rubah bagaikan bangun dari mimpi, kebingungan, berada jauh dari rumah, dan harus kembali ke rumah yang ditinggalinya dulu dengan membawa malu.

Beberapa cerita mengisahkan siluman rubah yang dijadikan istri melahirkan anak manusia. Anak-anak yang dilahirkan memiliki kemampuan fisik dan bakat supranatural melebihi orang biasa. Bakat ini juga diturunkan ke anak cucu bila manusia keturunan rubah kembali melahirkan anak. Seorang ahli kosmologi (onmyōji) Jepang bernama Abe no Seimei dikatakan memiliki kekuatan sihir luar biasa karena keturunan kitsune.

Kitsune sering dikisahkan menikahi sesama kitsune. Dalam bahasa Jepang, hujan lebat yang turun tiba-tiba ketika langit sedang cerah (hujan panas) disebut kitsune no yomeiri atau "pernikahan kitsune". Istilah tersebut berasal dari legenda yang mengisahkan kondisi cuaca pada saat upacara pernikahan kitsune. Peristiwa pernikahan kitsune dianggap sebagai pertanda baik, tapi kitsune akan marah bila hadir tamu yang tidak diundang.

Cerita fiksi

Kitsune tampil dalam berbagai seni budaya Jepang. Sandiwara tradisional Jepang seperti noh, kyogen, bunraku, and kabuki sering mengisahkan legenda kitsune. Begitu pula halnya dengan budaya kontemporer seperti manga dan permainan video. Pengarang fiksi dari Barat juga mulai menulis cerita yang diilhami legenda kitsune. Penggambaran kitsune menurut orang Barat biasanya tidak berbeda jauh dengan cerita asli kitsune.

Ibu Abe no Seimei yang bernama Kuzunoha merupakan tokoh kitsune yang dikenal luas dalam seni teater tradisional Jepang. Kuzunoha ditampilkan dalam cerita sandiwara bunraku dan kabuki Ashiya Dōman Ōuchi Kagami (Kaca di Ashiya Dōman and Ōuchi) yang terdiri dari lima bagian. Bagian ke-4 yang berjudul Kuzunoha atau Rubah dari Hutan Shinoda sering dipentaskan secara terpisah. Bagian ini menceritakan terbongkarnya rahasia Kuzunoha sebagai siluman rubah dan adegan saat harus meninggalkan suami dan anaknya.
Tamamo-no-Mae adalah tokoh fiksi yang menjadi tema drama noh berjudul Sesshoseki (Batu Kematian), dan sandiwara kabuki/kyogen berjudul Tamamonomae (Penyihir Rubah yang Cantik). Tamamo-no-Mae berbuat banyak kejahatan di India, Tiongkok, dan Jepang, tapi rahasianya terbongkar dan tewas. Arwahnya menjadi sesshoseki (batu kematian). Arwah Tamamo-no-Mae akhirnya dibebaskan biksu bernama Gennō.

Genkurō adalah seekor kitsune dikenal berbakti kepada orangtua. Dalam cerita bunraku dan kabuki berjudul Yoshitsune Sembon Zakura (Yoshitsune dan Seribu Pohon Sakura), kekasih Yoshitsune yang bernama Putri Shizuka memiliki tsuzumi (gendang kecil) yang dibuat dari kulit rubah orangtua Genkurō. Dalam penyamarannya sebagai Satō Tadanobu, Genkurō berhasil menyelamatkan Putri Shizuka dari Minamoto no Yoritomo. Namun identitas Genkurō sebagai siluman rubah terbongkar karena Satō Tadanobu yang asli muncul. Genkurō mengatakan suara kedua orangtuanya terdengar setiap kali gendang tsuzumi yang dimiliki Shizuka dipukul. Yoshitsune dan Shizuka akhirnya memberikan tsuzumi tersebut kepada Genkurō. Sebagai imbalannya, Genkurō memberi perlindungan sihir untuk Yoshitsune.