Hampir setiap negara memiliki tradisi khas perayaan pernikahan. Tapi,  hampir tak ada negara yang memiliki tradisi 'pesta' perceraian. 
Di  Jepang, perceraian tampaknya tak kalah sakral dibandingkan pernikahan.  Melalui upacara yang disebut 'Goshugi', pasangan bercerai akan melewati  prosesi unik yang menandai kehancuran pernikahan mereka. 
Seperti  terlihat awal tahun ini. Sebanyak 15 pasangan muda usia 20-an sampai  30-an tahun melangsungkan Goshugi di sebuah garasi yang disulap menjadi  rumah perceraian, di daerah Asakusa, Tokyo. 
Berbalut busana  formal, mereka datang membawa amplop hadiah berisi uang bertulis  'Goshugi'. Setiap pasangan datang terpisah menumpang kendaraan semacam  becak. Artinya ada 30 becak di sana. 
Salah satu wanita, mewakili  para istri, membuka 'pesta' perceraian ini dengan kalimat sambutan  sederhana, "Jujur, saya sulit mengatakan perasaaan. Tetapi saya masih  ingin berteman bahkan setelah perceraian," katanya seperti dikutip Seattle Times.
Disaksikan  pemimpin 'pesta' perceraian, Hiroki Terai, setiap pasangan kemudian  memegang palu bersama untuk menghancurkan cincin pernikahan mereka. Palu  yang digunakan berbentuk katak sebagai simbol perubahan budaya di  Jepang. 
Usai prosesi penghancuran cincin, setiap pasangan  mengungkap perasaan masing-masing. Ada yang mengaku lega setelah  berdebat soal perceraian selama setahun. Seorang pria juga terdengar  berkata sambil tersenyum, "Aku merasa lega menghancurkan cincin." 
"Saya  menganggap upacara ini sebagai tonggak untuk membesarkan dua orang anak  saya sebagai orangtua tunggal dan memulai hidup baru," kata seorang  wanita 40 tahun yang mengikuti upacara ini tepat di hari ulang tahun  pernikahannya ke-10.
Goshugi tengah menjadi tren sejumlah  pasangan muda di Jepang. Sejak April 2010, sebanyak 54 pasangan telah  berpartisipasi. Antrean panjang pun mengular hingga akhir Januari 2011.  Dan, Terai pun semakin sohor sebagai pemimpin upacara perceraian. 
Kabar  baiknya, banyak pasangan justru urung bercerai usai mengikuti 'pesta'  ini. "Sekitar 10 persen pasangan yang ikut upacara perceraian memutuskan  tidak berpisah, karena mendapat dukungan teman-teman yang hadir," kata  Terai.
Berbagai tema perceraian memang tengah menjadi santapan  favorit masyakarat Jepang. Buku 'Rikon o Purasu ni Suru Rikon Mana'  (sopan santun perceraian untuk membuat perceraian hal yang baik) karya  dosen Universitas Kokushikan, Chiyoko Anju, laris manis lewat pemasaran  online. 
Isi buku meliputi topik seperti cara mengadakan jamuan  perceraian dan bagaimana memberitahu keluarga dan rekan-rekan tentang  perceraian. Inspirasinya berasal dari artikel yang menyebut saling  memberi kado pada mantan dan rekan pasangan saat bercerai.
"Perceraian  kini mungkin tidak lagi tabu, tapi saya pikir masih diperlukan pedoman  tentang bagaimana melakukan perceraian," katanya.
Data Departemen  Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, menunjukkan, angka  perceraian di Jepang tahun lalu mencapai 253.353 kasus. Ini artinya,  terjadi satu perceraian setiap dua menit empat detik. 
Profesor Masahiro Yamada dari Universitas Chuo, mengungkap, makin banyak orang yang melihat perceraian sebagai ladang bisnis.
"Bisnis  perceraian mulai diakui di luar negeri," katanya. "Sama seperti  'konkatsu' (acara menemukan pasangan perkawinan) yang menyebar dengan  cepat dan wanita menjadi lebih terbuka menemukan pasangan perkawinan.  Perceraian mungkin akan dianggap lebih positif dan menciptakan tren  jenis tertentu."
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar