Hari ini, 25 tahun lalu atau tepatnya pada 28 Januari 1986, pesawat ulang-alik Challenger milik NASA meledak saat baru menempuh 73 detik perjalanan dalam mengarungi langit, menuju ruang angkasa.
Tujuh orang astronot tewas seketika. Termasuk satu orang perempuan, Christa McAuliffe, yang diharapkan akan menjadi guru sekolah pertama yang pergi ke luar angkasa.
Dari siaran televisi, terlihat bahwa pesawat itu pecah berkeping-keping dan hilang dari pandangan. Sebenarnya, apa yang terjadi di hari naas itu? Berikut laporan resmi yang diungkapkan oleh badan antariksa AS, NASA, seperti dikutip dari Space, 27 Januari 2010.
Misi STS-51L Challanger adalah pesawat pertama yang diberangkatkan dari Launch Pad 39B di Kennedy Space Center milik NASA di Cape Canaveral, Florida. Pemberangkatan di hari itu merupakan pemberangkatan yang tertunda akibat sejumlah masalah teknis dan cuaca buruk.
Dari investigasi mendalam, diketahui bahwa sebuah segel penutup yang disebut dengan O-ring pada solid rocket booster sebelah kanan pesawat mengalami kerusakan di awal peluncuran.
Akibat rusaknya O-ring, gas panas bertekanan tinggi bisa keluar dari bagian dalam booster. Material yang menguap ini menyembur ke penopang yang menghubungkan solid rocket booster dengan tangki penyimpanan bahan bakar raksasa milik roket pendorong. Semburan menyebabkan kedua alat tersebut rusak.
Pada detik ke-72 setelah peluncuran, terdapat pembakaran secara massal (hampir berupa ledakan) akibat hidrogen yang keluar dari bawah tangki bercampur dengan oksigen cair yang bocor dari bagian tangki yang disebut dengan intertank.
Pada beban aerodinamis akibat kecepatan yang sangat tinggi, Challanger pecah berkeping-keping di samudera Atlantik satu detik kemudian, atau sekitar 1 menit 13 detik setelah peluncurannya.
Dari investigasi lebih lanjut, peneliti menemukan bahwa cuaca yang sangat dingin berkontribusi terhadap kerusakan segel O-ring. NASA berkesimpulan, dengan temperatur yang sedingin hari itu, pesawat ulang alik sebenarnya tidak aman untuk diluncurkan.
Meski tim investigasi tidak dapat menentukan kapan tepatnya para awak tewas, diperkirakan beberapa astronot mungkin selamat saat Challanger mulai terbelah. Namun demikian, tidak ada yang bisa bertahan dari dampak tumbukan saat kabin pesawat menghempas samudera Atlantik dengan kecepatan 334 kilometer per jam dari ketinggian 19,8 kilometer.
Tidak seperti pesawat tempur, pesawat ruang angkasa ketika itu tidak memiliki sistem penyelamatan diri. Ini membuat astronot di dalam Challanger tidak bisa meninggalkan pesawat saat mulai terdeteksi terjadi kerusakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar