Sabtu, 23 Januari 2010

Sodomi, Bukan Monopoli Kaum Homoseks


Kasus pelecehan seksual dengan anak-anak sebagai korbannya kembali menghangat dan menjadi sorotan publik. Yang akhir-akhir ini menyeruak adalah kasus pencabulan pada anak-anak jalanan lewat praktik sodomi.


Korban yang sebagian besar adalah anak laki-laki ini disodomi oleh pelaku pria dewasa. Perilaku penyimpangan seksual ini pun kerap diikuti dengan tindak kekejaman lainnya, seperti pembunuhan dan mutilasi.

Sodomi merupakan istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan lewat anal atau dubur. Menurut penjelasan psikolog forensik Universitas Bina Nusantara, Reza Indragiri Amriel, berdasarkan teori yang dipaparkan James P Chaplin, istilah sodomi awalnya diberikan untuk aktivitas persetubuhan pada binatang.

"Pada hewan, hubungan seks memang terlihat seolah dilakukan melalui anus. Jadi, ketika ada manusia melakukan kontak seks seperti itu, hal itu dianggap serupa dengan binatang. Itu sebabnya, istilah sodomi pun digunakan pada manusia. Istilah yang lebih tepat, saran Chaplin, adalah coitus more ferarum," ujarnya.

Sementara itu, Prof dr Alex Pangkahila, Sp And, ahli seksologi kedokteran dari Universitas Udayana, Bali, menyatakan bahwa sodomi adalah perilaku seks yang lumrah dilakukan pasangan sesama jenis atau homoseksual.

"Sebanyak 15 persen laki-laki memiliki perilaku homoseksual dan mereka memang lebih tertarik pada sodomi dibanding bentuk hubungan seks lainnya," katanya.

Walau begitu, lanjut Prof Alex, sodomi bukanlah monopoli kaum homoseks. Hubungan seks melalui anal menjadi salah satu pilihan bagi pria penderita paedofilia yang menyukai anak-anak. Tak heran, kasus paedofilia di Indonesia sering kali diidentikkan dengan perilaku sodomi.

"Pelaku paedofilia yang suka pada anak laki-laki ya memuaskan hasratnya dengan cara sodomi. Namun, bila ia menyukai anak perempuan, maka bentuknya adalah hubungan seks lewat organ vagina," kata Prof Alex.

Bahkan, tambah Alex, ada sebagian kecil pria heteroseksual yang melakukan hubungan seks anal dengan pasangan perempuannya atas alasan kepuasan. "Mereka merasa lebih terpuaskan karena jepitan otot-otot di dubur lebih kencang daripada otot vagina," tambah dr Alex.

Prof Alex menekankan, hubungan seks yang dilakukan lewat anus tidak sehat karena anus adalah salah satu daerah peka dan didesain untuk mendorong keluar. "Secara alami, hubungan diciptakan memang lewat vagina karena diharapkan secara fisiologis, saat penis dimasukkan, terjadi respons pembasahan di vagina agar tidak terjadi perlukaan," paparnya.



Fase anal

Reza menyatakan, ada sebagian orang yang merasa nyaman saat disodomi akibat gangguan pada perkembangan jiwanya. Dalam psikologi, Reza menjelaskan sebuah pendapat bahwa pada usia tertentu, kenikmatan badaniah manusia justru berpusat di daerah anus. Itu sebabnya, anak yang sedang menikmati sensasi buang air disebut sebagai anak yang tengah melewati fase anal.

Reza menekankan, akan berbahaya apabila seseorang mengalami fiksasi atau mogok secara psikis pada fase anal karena tak menutup kemungkinan, pada usia-usia berikutnya, mereka akan tetap terobsesi pada sensasi kenikmatan yang pernah dialami pada fase anal.

"Dengan demikian, mungkin saja, individu yang bersangkutan merasa nyaman ketika berhubungan seksual melalui anus," ujarnya.

Tidak ada komentar: