Kamis, 18 Februari 2010
Cukai Rokok Naik, Masyarakat Lebih Sehat?
Kenaikan tarif cukai rokok memang tidak serta-merta menghentikan kebiasaan orang untuk merokok. Namun, naiknya harga jual eceran rokok sebagai imbas dari tingginya cukai diharapkan akan mengurangi jumlah perokok pemula dan perokok dari rumah tangga miskin.
Data Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menunjukkan, banyak penduduk miskin yang membelanjakan penghasilannya untuk membeli rokok dan tembakau. "Pengeluaran untuk rokok hanya kalah oleh anggaran untuk belanja beras," kata Dr Sonny Harry Harmadi, Ketua Lembaga Demografi FEUI.
Pada rumah tangga perokok termiskin, persentase pengeluaran tembakau dan sirih terhadap total pengeluaran berada di posisi kedua, sementara untuk rumah tangga perokok terkaya pengeluaran untuk tembakau dan sirih berada di posisi keenam.
"Jika anggaran untuk beli tembakau ini dialihkan untuk membeli makanan yang bergizi, mereka jadi lebih sehat sehingga tidak perlu mengeluarkan uang untuk berobat," papar Sonny.
Kenaikan harga jual eceran rokok juga diharapkan akan mengurangi daya beli perokok pemula. "Kalau harganya mahal, mungkin anak-anak tak akan mampu membeli," ujar Sonny.
Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 2007 menunjukkan, sebanyak 20 persen perokok mulai merokok sebelum usia 14 tahun. Namun, pada kelompok usia 15-24 tahun, 82,3 persen mengaku sudah merokok sebelum usia 24 tahun.
Ketua Komisi Pengendalian Tembakau Prof Farid A Moeloek mengatakan bahwa rokok berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat. "Kemiskinan, kebodohan, dan penyakit merupakan awal dari kehancuran ekonomi bangsa," katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar